Selasa, 04 Januari 2011

Nilai ekspor CPO 2010 naik 40%

Date : Jan 04 2011, 08:51
Title : News Story
Header : Nilai ekspor CPO 2010 naik 40%


Story
=======================================================================================

JAKARTA. Riang gembira. Itulah yang dirasakan para eksportir produk kelapa
sawit di tahun 2010. Betapa tidak, kenaikan harga kelapa sawit dunia membuat
nilai ekspor produk kelapa sawit naik signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat, nilai ekspor minyak nabati, termasuk minyak kelapa sawit dan
turunannya itu, naik 40% pada periode Januari-November 2010 dibanding waktu
yang sama di 2009.
"Ekspor crude palm oil (CPO) jadi salah satu penyumbang terbesar
pertumbuhan ekspor Januari-November 2010," kata Rusman Heriawan, Kepala BPS
dalam konferensi persnya Senin (3/1).
BPS menghitung, untuk periode Januari-November 2010, nilai ekspor produk
minyak nabati, termasuk CPO, mencapai US$ 14,1 miliar, naik 40% dibandingkan
nilai ekspor di waktu yang sama 2009 yang hanya US$ 10,1 miliar. Namun,
volumenya hanya naik tipis, yaitu 3,8%, dari 16,5 juta ton menjadi 17,1 juta
ton dalam kurun waktu tersebut. "Kenaikan dalam nilai lebih tinggi dibandingkan
volume," jelas Rusman.
Tahun 2010 lalu, harga produk kelapa sawit di pasar dunia memang terus
naik. Data BPS yang mengutip dari World Bank Commodity, menyebutkan harga CPO
dari Januari ke November 2010 sudah naik 41,2% atau naik dari US$ 793 per ton
menjadi US$ 1.120 perton. "Sekarang harganya itu sudah tembus US$ 1.000 per
ton," jelas Rusman. Ia menambahkan, pemicu kenaikan harga produk kelapa sawit
tak lain adalah kenaikan permintaan yang terjadi seiring pemulihan ekonomi
global.
Jika kita lihat pasarnya, kenaikan permintaan produk kelapa sawit terbesar
datang dari kawasan Eropa dan Asia. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan bilang, kenaikan permintaan itu
datang dari beberapa negara di Uni Eropa, India, China, dan juga Bangladesh.
"Permintaan China dan Eropa ternyata berpengaruh positif bagi ekspor CPO,"
terang Fadhil dalam surat elektroniknya.
Eksportir usul BK 3%
Kendati sudah menikmati kenaikan harga tinggi, kalangan eksportir tetap
keberatan dengan penerapan bea keluar (BK) kelapa sawit selama ini. "Pelaku
usaha sawit memandang tarif BK yang berlaku sekarang tidak adil," kata Fadhil.
Alasannya, BK itu melenceng dari tujuan awalnya, yakni untuk memperkuat kinerja
industri sawit. Kini, BK itu hanya mempertebal kantong pemerintah.
Ia mengusulkan pemerintah mengubah sistem tarif BK yang progresif
berdasarkan harga saat ini menjadi tarif tetap. "Idealnya, tarif BK CPO
disamakan menjadi 3% setiap bulan tanpa bergantung pada harga internasional,"
katanya.
Berdasarkan rumusan perhitungan pemerintah, BK yang harus dibayar
eksportir sawit untuk Januari 2011 ini mencapai 20% dari nilai ekspor.
[ Asnil Bambani Amri ]

KONTAN Tue, 04 Jan 2011 ( 08:45:15 WIB )


=======================================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar