Jumat, 28 Januari 2011

Ancaman inflasi tinggi di depan mata

Date : Jan 28 2011, 09:23
Title : News Story
Header : Ancaman inflasi tinggi di depan mata


Story
=======================================================================================

JAKARTA. Potensi inflasi tinggi tahun ini terus mengintai. Selain dari
gejolak harga pangan, kenaikan harga minyak mentah dunia, pembatasan bahan
bakar minyak (BBM) bersubsidi, serta pencabutan batas atas (capping) tarif
listrik industri berperan besar menambah kenaikan harga antara 0,8%-1,32% dari
asumsi inflasi sekarang.
Kemarin, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengungkapkan
hasil simulasi potensi tambahan inflasi tahun ini sebagai efek tiga faktor di
atas. Sebagai contoh, jika harga minyak dunia naik 10% maka ada tambahan
inflasi sekitar 0,08%. Bila harga minyak internasional melejit 20%, tambahan
terhadap inflasi 0,15%.
Pembatasan BBM bersubsidi berefek besar ke inflasi. Hitungan pemerintah,
program ini menambah inflasi 0,5%-0,87%. "Asumsinya 50% kendaraan beralih ke
BBM non-subsidi," kata Bambang Brodjonegoro, Kepala BKF, kemarin.
Inflasi akan bertambah 0,3%-0,45% lagi jika capping listrik industri
dilepas. Asumsinya, pencabutan capping akan menaikkan 20%-30% tarif listrik
industri.
Hitungan BKF, ketiga faktor pemicu itu akan menambah kenaikan harga dari
administered price antara 0,8%-1,32% dari asumsi inflasi tahun ini.
Sebagai catatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011
menetapkan asumsi inflasi tahun ini 5,3%. Dus, laju inflasi tahun ini minimal
menjadi 6,1%-6,62%, setelah menambahkan efek ketiga faktor itu.
Bambang mengingatkan, perhitungan itu belum menambah inflasi akibat
kenaikan harga pangan, hambatan distribusi dan produksi, serta faktor lain.
Bila semua faktor dimasukkan, inflasi bisa melejit di atas 7%.
Maka itu, tiada waktu berpangku tangan. Kelancaran distribusi barang
terutama bahan pangan pokok, serta kelihaian mengendalikan harga dengan
berbagai instrumen fiskal maupun moneter, bisa meredam inflasi.
Beberapa upaya memang sudah dilakukan. Misalnya, dari sisi fiskal,
pemerintah membebaskan tarif bea masuk 57 bahan pangan dan pupuk. Ketentuan ini
sudah terbit 24 Januari 2011.
Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia (BI) merasa belum perlu
menaikkan suku bunga acuan (BI rate). Deputi Gubernur BI Hartadi Agus Sarwono
menilai, inflasi saat ini lebih karena faktor suplai dan pasokan, bukan faktor
moneter. "Obatnya bukan menaikkan BI rate," tandasnya. Hartadi melihat, bila BI
rate naik maka akan memicu aliran deras dana panas.
[ Bambang Rakhmanto ]

KONTAN Fri, 28 Jan 2011 ( 09:18:09 WIB )


=======================================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar