Rabu, 22 Desember 2010

Inflasi naik, LIPI prediksi BI rate capai 7% pada


Date : Dec 22 2010, 16:18
Title : News Story
Header : Inflasi naik, LIPI prediksi BI rate capai 7% pada 2011


Story
=======================================================================================

JAKARTA. Pusat Penelitian Ekonomi (P2) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) memprediksi, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) pada 2011 nanti
akan jauh berada diatas asumsi dalam Anggaran pendapatan Belanja Negara (APBN)
2011 yang dipatok sebesar 6,5%. P2 LIPI memperkirakan, BI rate akan ke level 7%
tahun depan.
"Ada kemungkinan BI akan menetapkan bunga acuan diatas 6,5% mengingat
tekanan inflasi cukup besar nantinya," kata Widjaya Adi, Tim Peneliti P2 LIPI,
dalam Outlook Ekonomi Indonesia 2011, Rabu (22/12).
Widjaya bilang, inflasi yang tinggi akan memaksa bank sentral menaikan
suku bunga acuan. Naiknya BI rate bisa berdampak kontraproduktif pada
perkembangan sektor riil. Apalagi, bank juga akan mengikuti jejak tersebut.
"Maka kalangan dunia usaha dan pelaku bisnis akan berfikir panjang untuk
melakukan pinjaman di bank lantaran bunga yang tinggi," terangnya.
Selain itu, kenaikan BI Rate secara tidak langsung akan merangsang
masuknya dana panas atau hot money ke dalam perekonomian nasional. Imbasnya,
tekanan apresiasi nilai tukar Rupiah akan sulit dihindari yang pada gilirannya
akan membuat daya saing produk ekspor Indonesia akan semakin menurun.
Dalam hitungan LIPI, laju inflasi akan berada pada kisaran angka 6,3% atau
1% lebih tinggi dari perkiraan pemerintah, 5,3% dalam asumsi makro APBN 2011.
Salah satu alasan tingginya angka inflasi ini adalah persoalan ketahanan dan
harga pangan. "Biasanya, tiga faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia
adalah kenaikan harga beras, listrik, dan bahan bakar minyak (BBM)," kata
Widjaya.
Pembatasan BBM bersubsidi dengan mengalihkan dari Premium ke Pertamax,
cukup berkontribusi besar mendorong laju inflasi. Karena itu, LIPI enggan
menilai bahwa stabilitas moneter tetap dapat terjaga.
Terlebih, ketahanan pangan juga merupakan persoalan besar dan cukup
krusial di tahun depan. "Jika pemerintah tidak mencermati dan mulai mencari
solusi untuk menetapkan kebijakan strategis, maka dampaknya akan lebih besar,"
terangnya. Padahal, masalah pangan sudah terlihat saat ini, misalnya dengan
adanya impor beras yang dilakukan pemerintah.
Widjaya bilang, selama ini kenaikan harga beras sangat mempengaruhi
tekanan inflasi dalam negeri, kontribusinya sampai 60%. "kalau terjadi gejolak
harga beras, maka inflasi dapat dipastikan akan terpengaruh. Sehingga, penting
untuk menjaga stabilitas harga pangan, ditengah kemungkinan terjadinya gagal
panen pada tahun depan," tutur Adi.
Sebelumnya, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pun memprediksi hal
yang sama. Sekretaris Jenderal ISEI Anggito Abimanyu mengatakan, tekanan
inflasi akan berada pada level% 6,2-6,7% secara year on year (yoy). Kondisi ini
dipengaruhi perubahan iklim yang tidak menentu yang berdampak pada ketahanan
pangan dunia dan dalam negeri.
Dengan demikian, besarnya tekanan inflasi akan berdampak pada kebijakan BI
yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuannya. "Prediksi kita, BI Rate
kemungkinan akan dinaikkan, sedikit diatas kondisi saat ini, di 6,5% hingga
6,7%," kata Anggito.
Sementara itu, Bambang Prijambodo, Direktur Perencanaan Ekonomi Makro
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) mengatakan, BI belum perlu
menaikkan BI rate hanya untuk menekan inflasi. Menurutnya, bunga 6,5% masih
cukup menjaga tekanan inflasi dengan stabilitas perekonomian.
Namun, Bambang mengingatkan, kebijakan untuk mempertahankan ataupun
menaikkan BI rate tergantung pada beberapa hal. Salah satunya, progress atau
perkembangan ekonomi dalam dan luar negeri.
BI juga tentunya mempertimbangkan tekanan inflasi dan kondisi nilai tukar
mata uang rupiah. Sebab, BI memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas harga,
inflasi, dan stabilitas nilai tukar."Jika kondisi harga barang konsumsi
masyarakat dapat dikendalikan, maka BI rate dapat tetap terjaga pada kisaran
6,5%," terangnya.
Menurut Bambang, terlalu berisiko tinggi apabila BI menaikka BI rate di
tengah perekonomian yang cukup kuat menjaga stabilitas tekanan inflasi. BI Rate
dapat dinaikkan jika perekonomian tumbuh sangat kuat dalam waktu singkat,
supaya tidak overheating.
[ Irma Yani ]

KONTAN Wed, 22 Dec 2010 ( 15:43:29 WIB )


=======================================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar