Senin, 21 Februari 2011

BI rate bisa menahan bisnis properti

Date : Feb 21 2011, 10:39
Title : News Story
Header : BI rate bisa menahan bisnis properti


Story
=======================================================================================

JAKARTA. Bank Indonesia menjamin kenaikan bunga acuan atau BI rate tidak
akan mempengaruhi bunga kredit bank, termasuk kredit properti. BI mengikat
industri perbankan lewat aturan transparansi bunga kredit atau prime lending
rate.
Dengan aturan ini, BI bisa mengawasi komponen penyusun suku bunga kredit
bank. Termasuk mengawasi tingkat bunga deposito dan tabungan. BI berwenang
meminta bank menciutkan komponen biaya tertentu, agar bunga kredit tidak naik.
Jaminan dari BI sejatinya merupakan berkah bagi emiten sektor properti.
Maklumlah, sebesar 75%-80% dari total pembelian rumah di Indonesia melalui
Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
Seperti diketahui, BI pada awal bulan ini telah mengerek bunga acuan
sebesar 25 basis poin (0,25%) menjadi 6,75%. Ini adalah kenaikan pertama sejak
18 terakhir.
Analis Bhakti Securities Reza Nugraha berpendapat kenaikan BI rate sebesar
0,25%, jika pun diikuti dengan menanjaknya bunga KPR, tidak akan berpengaruh
signifikan ke sektor properti. Tapi bila BI rate pada tahun ini naik antara
0,75%-1%, bisa berdampak negatif ke pertumbuhan sektor properti.
Reza menghitung, jika BI rate naik sebesar 0,75%-1%, bunga KPR berpotensi
naik menjadi sekitar 11%-12%. Saat ini, kata dia, bunga KPR di rentang 9,5%
hingga 10%.
Jika kenaikan bunga KPR sebesar 11%-12%, maka penjualan properti hanya
tumbuh setinggi 7%-10% sepanjang tahun ini. Dan jika bunga KPR di bawah 10%,
Reza mengestimasi, penjualan properti sepanjang 2011 bisa meningkat 10%-15%.
Analis Majapahit Securities Supriyadi memperkirakan jika bunga acuan naik
100 basis poin, maka bunga KPR akan mencapai 13%-14%. "Apabila BI rate naik 100
basis poin, BI tidak mungkin bisa mengatur, karena cost of fund perbankan akan
naik. Jika bunga kredit tidak dinaikkan, laba bank akan tergerus," imbuh
Supriyadi.
Dia memprediksikan, penjualan properti tahun ini bisa tumbuh 10%, dengan
mempertimbangkan kenaikan bunga KPR. Tapi jika KPR tidak naik, pertumbuhan
penjualan properti bisa 15%.
Ekspansi properti
Yang pasti, proyeksi pertumbuhan ekonomi sekitar 6%-6,5% pada tahun ini
berpeluang mendongkrak bisnis properti. Sebagaimana hukum ekonomi, pertumbuhan
ekonomi akan mendorong daya beli. "Kenaikan pendapatan mendorong sebagian orang
membeli rumah demi memenuhi kebutuhan primernya," kata Budhy Siallagan, Analis
eTrading Securities.
Dus, emiten properti yang gencar berekspansi berpotensi menikmati
pertumbuhan penjualan signifikan. Tentu, pengembang tak ingin kehilangan
momentum ekspansi saat bunga rendah.
PT Alam Sutera Tbk (ASRI), misalnya, mengembangkan kawasan superblok I
Alam Sutera dan membangun kawasan baru di Pasar Kamis, Tangerang. Emiten
lainnya, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) memperluas kota mandiri BSD City
tahap 2. Kemudian PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang mulai menambah area
properti ke pinggiran Jakarta.
Langkah diversifikasi usaha juga ditempuh para pengembang. Misalnya PT
Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang terus menggenjot divisi health care, yakni
rumahsakit.
Summarecon Agung Tbk (SMRA) juga tidak mau ketinggalan. SMRA akan
mengembangkan pusat perbelanjaan pada tahun ini. APLN juga berencana membangun
beberapa mal baru di pulau Jawa dan luar pulau Jawa.
Langkah diversifikasi tentunya akan menambah pendapatan emiten properti.
"LPKR, misalnya, akan memperoleh tambahan pendapatan dari rumahsakit," kata
Supriyadi. Bisnis mal, apartemen, dan rumahsakit, menurut Reza, bisa
mengkompensasi tertahannya pertumbuhan penjualan rumah di tahun ini apabila BI
rate naik tajam.
Dus, bisnis properti masih cerah. Berikut ini rekomendasi analis terhadap
empat saham sektor properti.
[ Raka Mahesa W, KONTAN ]

KONTAN Mon, 21 Feb 2011 ( 10:29:26 WIB )


=======================================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar