Selasa, 08 Maret 2011

Kenaikan Harga BBM Harus Jadi Pilihan Terakhir


Jakarta - Pemerintah masih 'labil' dalam mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM jenis Premium, mematok harga Pertamax di Rp 8.000 per liter atau melakukan pembatasan penggunaan BBM jenis Premium. Komisi XI DPR-RI memandang opsi untuk menaikkan BBM jenis Premium tidak perlu dilakukan kecuali dalam keadaan 'kepepet'.

Anggota Komisi XI DPR-RI Arif Budimanta mengungkapkan ketika opsi menaikkan BBM jenis Premium dilakukan alias menjadi opsi yang dipilih pemerintah maka hal tersebut dinilai sebagai kebijakan 'panik'.

"Jadi kenaikan harga adalah opsi terakhir, kalau kenaikan dijadikan opsi pertama yang dipilih berarti itu adalah kebijakan panik. Kalau pemerintah cermat dan hati-hati melakukan rekalkulasi anggaran APBN sebenarnya pemerintah tidak perlu buru-buru menaikkan harga BBM," papar Arif kepada detikFinance di Jakarta, Selasa (8/3/2011).

Menurut politisi PDIP ini, kenaikan harga minyak dunia terhadap APBN dapat dilihat dari 3 sisi, yaitu meningkatnya penerimaan, meningkatnya subsidi dan tergerusnya belanja modal. Hal lain, lanjut Arif pada sisi harga tentu saja kenaikan harga minyak akan berpengaruh terhadap stabilitas harga karena adanya tekanan inflasi.

Apakah opsi kenaikan BBM merupakan langkah yang harus dilakukan? Arif menuturkan, menaikkan harga BBM bisa dihindari dengan cara melakukan realokasi subsidi, belanja barang dan modal serta diintegrasikan dengan peningkatan penerimaan negara dari winfall profit akibat adanya kenaikan harga minyak internasional.

"Saat ini yang terpenting adalah strategi menaikkan daya beli masyarakat. Itu yang utama sekaligus diikuti menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok. Menaikkan harga BBM adalah pilihan terakhir apabila prasyarat utama itu telah dilakukan dan dikalkulasi dengan sangat cermat melalui proses konsultasi yang luas dengan masyarakat,"
jelasnya.

Dikatakan Arif, Menurut UU 10 tahun 2010 tentang APBN 2011, pemerintah memang diberikan keleluasaan untuk menaikkan harga BBM yang bersubsidi apabila kenaikan harga minyak Indonesia melebihi 10 persen. Atas dasar pertimbangan diatas, Arif menegaskan kenaikan harga minyak internasional harus disikapi dengan cermat dan hati-hati.

"Pemerintah pasti berpikir menaikkan harga BBM dilakukan untuk menyelamatkan anggaran negara. Penyelamatan anggaran menjadi krusial karena kemampuan belanja modal pemerintah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan menjadi harapan satu- satunya di tengah kelesuan perekonomian yang sedang melanda. Tetapi, kembali lagi
seluruhnya harus disikapi dengan cermat," kata Arif.

Seperti diketahui, pemerintah belum ambil sikap terhadap opsi rencana pembatasan BBM bersubsidi. Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah telah mendengarkan paparan dari tim pengkaji pembatasan BBM bersubsidi terkait aspek ekonomi apabila program tersebut diterapkan.

Ketua Tim Pengkaji Pembatasan BBM bersubsidi Anggito Abimanyu mengungkapkan, terdapat tiga opsi yang diusulkan pihaknya yaitu opsi pertama, kenaikan harga premium sebesar Rp 500 serta pemberian cashback untuk angkutan umum. Cashback ini diberikan karena angkutan umum memberikan pelayanan untuk masyarakat.

Opsi kedua, lanjutnya, menjaga harga pertamax pada level Rp 8.000 per liter, sehubungan dengan adanya migrasi pengguna premium ke pertamax dan opsi ketiga adalah penjatahan konsumsi premium dengan menggunakan sistem kendali yang bukan hanya berlaku pada angkutan umum tapi juga motor.

Harga minyak mentah dunia memang terus membubung tinggi seiring krisis yang belum juga usai di Timur Tengah. Pada perdagangan Senin (7/3/2011), minyak light sweet pengiriman April naik 1,02 dolar menjadi US$ 105,44 per barel. Minyak Brent pengiriman April sempat melonjak ke US$ 118,50 per barel sebelum akhirnya surut ke US$ 115,04 per barel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar