Rabu, 23 Februari 2011

Konflik Libya Rontokkan Wall Street, Harga Minyak Melambung


Bursa saham di Wall Street mengalami kejatuhan terburuk sejak Agustus 2010 lalu. Investor membuang saham-saham di tengah gejolak yang terjadi di negara eksportir minyak, Libya. Sementara harga minyak terus membubung tinggi.

Pada perdagangan Selasa (22/2/2011), indeks Dow Jones industrial average (DJIA) ditutup merosot ingga 178,46 poin (1,44%) ke level 12.212,79. Indeks Standard & Poor's 500 juga merosot 27,57 poin (2,05%) ke level 1.315,44 dan Nasdaq anjlok 77,53 poin (2,74%) ke level 2.756,42.

Perdagangan berjalan dengan volatilitas dan volume perdagangna yang tinggi. Sebanyak 9,76 miliar lembar saham ditransaksikan di New York Stock Exchange, yang merupakan volume tertinggi sepanjan bulan ini dan tertinggi kedua sepanjang tahun ini.

Indeks volatilitas CBOE, yang merupakan panduan kekhawatiran investor melonjak hingga 26,6% menjadi 20.80, atau merupakan loncatan harian terbesar sejak 20 Mei 2010.

"Kita melihat beberapa kebakaran menyala dan ini merupakan sebuah alasan yang bisa diterima bagi pasar untuk melakukan aksi jual," ujar Stephen Massocca, managing director Wedbush Morgan seperti dikutip dari Reuters, Rabu (23/2/2011).

Sektor yang menggunakan energi besar mencatat penurunan paling parah. Indeks Dow Jones Transportation Average merosot hingga 3,8%, saham FedEx Corp anjlok 5,1%.

Indeks S&P 500 merosot hingga 2,05% atau penurunan harian terparah sejak 11 Agustus. Namun sebagian analis memang sudah mengantisipasi penurunan S&P 500 setelah indeks tersebut mencetak titik tertingginya.

Harga Minyak Melonjak Terus

Krisis di Libya juga terus membuat harga minyak mentah dunia melonjak. Namun lonjakan tajam terjadi hanya untuk minyak light sweet, sementara minyak Brent terkoreksi tipis setelah kemarin menembus level US$ 108.

Pada perdagangan Selasa, minyak light sweet pengiriman Maret melonjak hingga 7,37 dolar (8,5%) menjadi US$ 93,57 per barel. Minyak Brent turun 4 sen menjadi US$ 105,78 per barel setelah kemarin menembus US$ 108,57.

"Pasar terus sangat fokus pada ketidakstabilan di Timur Tengah dan terutama Libya," ujar analis dari John Kilduff seperti dikutip dari AFP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar