Sabtu, 30 Juli 2011

BKDI mematangkan kontrak batubara

BKDI mematangkan kontrak batubara
JAKARTA. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) mematangkan rencana peluncuran kontrak batubara. Selain menyiapkan teknis dan spesifikasi produk, pengelola BKDI mulai menjajaki minat dan kesiapan pasar terhadap kontrak itu.

Megain Widjaja, Direktur Utama BKDI, menuturkan BKDI masih meraba kesiapan pelaku pasar, baik produsen maupun pengguna batubara. BKDI mengharapkan pasar sudah siap memanfaatkan wadah ini dan berkomitmen meramaikan kontrak berjangka batubara. "Kami tidak ingin saat kontrak diluncurkan, transaksinya malah sepi," kata Megain, Kamis (28/7).

Dalam transaksi ini, BKDI akan memakai produk batubara dengan nilai kalori atau calorific value (CV) 5.800. Menurut Megain, kualitas batubara jenis ini paling banyak diminta sekaligus diperdagangkan di pasar global. "Pelaku pasar asing banyak menggunakan kontak batubara ini. Kontrak ini akan menggunakan dollar Amerika Serikat (AS)," tutur Megain.

BKDI bersama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terus menggulirkan sosialisasi produk baru ini. Sosialisasi prapeluncuran produk yang biasanya berlangsung tiga hingga empat hari, berlangsung selama sembilan bulan untuk edukasi kontrak batubara.

Megain mengakui sosialisasi tersebut belum maksimal. Oleh karena itu, peluncuran produk ini mungkin akan mundur dari semula tahun ini menjadi tahun depan.

Selain proses edukasi, manajemen BKDI secara umum mengharapkan insentif dari pemerintah untuk mendukung perkembangan bursa komoditas domestik.

Salah satu insentif itu adalah pemangkasan pajak penghasilan (PPh) untuk transaksi di pasar derivatif. Bersama Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI), BKDI mengajukan proposal revisi PPh derivatif, tapi dengan besaran minimal. Skemanya, pajak penghasilan final 0,1% dengan perincian 0,05% dibebankan ke penjual dan 0,05% ke pembeli. "Kami juga meminta grace period 10 tahun," ungkap Megain.

Pemerintah sebelumnya menetapkan tarif PPh untuk instrumen derivatif sebesar 2,5%, sesuai PP Nomor 17/2009. Tapi pelaku pasar menentang dan mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung. Setelah MI mengabulkkan tuntutan pemohon, pemerintah pun berinisiatif mencabut PP tersebut. Kini, pemerintah dan pelaku pasar berjangka masih menggodok ketentuan PPh derivatif.

BKDI pada tahun ini juga fokus mengembangkan produk yang sudah ada. Megain menyatakan kontrak CPO di BKDI paling banyak diminati para pelaku pasar. Di semester pertama tahun ini, volume transaksi kontrak CPO mencapai 55.000 lot. Tren harga komoditas yang terus menanjak diyakini akan ikut mendongkrak volume transaksi di BKDI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar