Senin, 14 Maret 2011

Ekonomi Jepang Terancam, Posisi Utang Kian Membengkak


Jakarta - Perekonomian Jepang diprediksi akan mengalami guncangan sementara akibat gempa dan tsunami yang sejauh ini sudah menelan 10.000 ribu lebih korban jiwa. Posisi utang Jepang yang sudah besar juga diperkirakan semakin mengkhawatirkan.

Jepang diprediksi akan mengalami guncangan ekonomi secara temporer, sebelum akhirnya bisa menggeliat lagi setelah rekonstruksi. Namun biaya untuk rekonstruksi wilayah Jepang itu akan memperburuk posisi utang Jepang yang kini sudah tinggi.

Kondisi perekonomian Jepang saat ini dinilai lebih buruk ketimbang tahun 1995, ketika terjadi gempa di Kobe. Akibat gempa di Kobe 16 tahun silam itu, perekonomian Jepang sempat menyusut hingga 2% sebelum akhirnya membaik. Namun perekonomian Jepang saat ini lebih lemah karena besarnya utang yang mencapai 2 kali lipat dari PDB negara tersebut yang sebesar US$ 5 triliun.

Akibat tingginya utang itu, lembaga pemeringkat telah menurunkan peringkat Jepang. Seperti diketahui, pada Januari lalu, Standard & Poor's telah memangkas peringkat Jepang satu notch dari "AA" menjadi "AA-".
Lembaga pemeringkat internasional itu mulai mengkhawatirkan tingkat utang Jepang yang mencapai 200% dari PDB yang merupakan tertinggi dibandingkan negara maju lainnya.

"Ketika kita berbicara tentang bencana alam, kita cenderung untuk melihat penurunan tajam dari sisi produksi... kemudian Anda cenderung untuk memiliki rebound dengan pola 'V'. Namun awalnya, semua orang akan underestimates terhadap kerusakan," ujar Michala Marcussen, kepala ekonom global Societe Generale seperti dikutip dari Reuters, Senin (14/3/2011).

Lembaga pemeringkat, Moody's pada Minggu kemarin mengatakan, dampak fiskal dari gempa akan temporer dan hanya terbatas mempengaruhi peringkat Jepang.

Para ekonom mengatakan, skala bencana dan konsekuensinya masih belum jelas, terutama setelah terjadinya ledakan di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang menyebabkan kebocoran radiasi. Namun diperkirakan perekonomian Jepang bisa membaik pada tahun depan.

"Setelah penurunan awal dari pertumbuhan PDB, aktivitas ekonomi Jepang akan meningkat dengan dorongan rekonstruksi," ujar Mohamed El-Erian, dari PIMCO yang mengelola dana investasi lebih dari US$ 1 triliun.

PDB Jepang diperkirakan tumbuh 3% secara tahunan, jika dalam tiga kuartal ke depan mengikuti pola seperti ketika terjadi bencana gempa Kobe yang berskala 7,2 Skala Richter.
Perekonomian Jepang kini berjuang keras setelah kena hantaman krisis. PDB Jepang pada kuartal IV-2010 tercatat tumbuh 1,3%. Polling Reuters memperkirakan perekonomian Jepang sebelum terjadinya gempa akan tumbuh 0,5% pada kuartal I.

Satu hal yang paling mengkhawatirkan adalah posisi utang Jepang yang sangat rentan. Biaya utang diperkirakan bertambah 2% hingga 10% dari PDB.

"Jika utang publik tumbuh lebih dari 5%, maka akan muncul spekulasi pemerintah Jepang akan memegang cadangan devisa dalam valasnya yang besar dan mengatakan akan menjual US Treasury-Bonds-nya ketimbang menerbitkan tambahan surat utang," ujar Brendan Brown, ekonom dari at Mitsubishi UFJ Securities.

Bencana tsunami di Jepang memang telah menghancurkan pasar finansial negara tersebut. Indeks Nikkei-225 tercatat merosot hingga 632,43 poin (6,17%) ke level 9.622. Sementara mata uang yen justru menguat tajam karena adanya repatriasi.
Yen tercatat menguat hingga 1% ke level 81,87 yen, setelah terjadinya repatriasi dari asuransi dan juga sejumlah perusahaan. Bank Sentral Jepang juga telah memerintahkan tambahan likuiditas hingga US$ 183 miliar ke pasar uang untuk stabilisasi.

Gempa dan tsunami di Jepang sejauh ini telah menelan korban jiwa hingga 10.000 orang. Reuters melaporkan, gempa dan tsunami di Jepang diperkirakan menelan kerugian asuransi hingga US$ 35 miliar. Angka tersebut menjadikan bencana tersebut sebagai 'bencana termahal' dalam sejarah, mengalahkan bencana Katrina.

Angka kerugian hingga US$ 35 miliar itu sekaligus hampir menyamai kerugian bencana yang ditutup oleh industri asuransi selama 2010.
(qom/dnl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar