Minggu, 08 Mei 2011

Ssst.. BI Melakukan Intervensi

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Apa yang diduga pelaku pasar kini terbukti benar. Tanpa gembar-gembor, Bank Indonesia (BI) ternyata tak membiarkan rupiah terus menguat hingga menembus batas psikologis 8.500 per dolar.

Indikasinya bisa dilihat dari pergerakan nilai tukar Kamis (5/5). Ketika rupiah semakin menguat terhadap dolar, BI langsung melakukan intervensi pasar. Hasilnya langsung terlihat, rupiah langsung melemah sehingga pada penutupan pada sore harinya ditutup pada level 8.566 atau melemah Rp7 per dolar AS.

Seperti biasa, tak ada penjelasan resmi tentang hal ini kecuali sebuah komentar pendek dari Menteri Keuangan Agus Martowardojo. “Pemerintah merasa nyaman dengan kurs Rp8.600 per dolar dan ini masih kompetitif untuk ekspor kita,” kata Agus di sela-sela pertemuan Asian development Bank (ADB) di Hanoi, Vietnam, Kamis kemarin.

Ucapan Menteri Keuangan itu seolah-olah ingin menunjukan bahwa pemerintah tidak akan membiarkan para eksportir menangis sendirian karena dihantam kerugian nilai tukar.

Seperti pernah dikatakan Ade Sudradjat, Ketua Umum Assosiasi Pertekstilan Indonesia (API), umumnya para pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) membuat kontrak dengan memakai patokan kurs Rp8.800-8.900 per dolar. Dengan menguatnya rupiah ke level Rp8.560, menurut Ade, para pengusaha TPT rata-rata mengalami kerugian kurs Rp400 per dolar.

Makanya, melalui Menteri Perindustrian MS Hidayat, mereka meminta bank sentral untuk melakukan intervensi. “Posisi rupiah yang ideal (menguntungkan semua pihak) adalah berkisar Rp8.700-8.900 per dolar,” kata Hidayat.

Menyimak ucapan Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian, sejumlah analis yakin BI tidak akan membiarkan rupiah menyentuh level Rp8.500. “Jika ada tanda-tanda kurs bakal menyentuh Rp8.500, otoritas moneter pasti melakukan intervensi,” kata seorang analis.

Karena itu, ia yakin pekan ini rupiah akan bergerak melemah dengan kisaran antara Rp5-35 per dolar. Namun, perkiraan itu akan berubah jika harga minyak naik. Sebab, Pertamina akan membutuhkan dolar yang lebih banyak. Faktor lainnya yang dapat melemahkan rupiah adalah kebutuhan dolar korporasi.

Tetapi kalau melihat kinerja perusahaan-perusahaan di Amerika yang tidak terlalu bagus, tampaknya dolar masih akan melemah. Dan ini akan menjadi beban bagi BI karena harus menjaga agar rupiah tak terlalu kuat. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar