Sabtu, 04 Juni 2011

Sentimen di BEI sepi, saham lapis kedua melompat tinggi

Sentimen di BEI sepi, saham lapis kedua melompat tinggi
JAKARTA. Saham-saham lapis kedua, bahkan ketiga, meroket di sepanjang tahun ini. Lihat saja deretan saham-saham yang mencetak keuntungan tertinggi dari awal 2011 hingga penutupan perdagangan Jumat (3/6) kemarin.

Mengutip Bloomberg, saham PT Colorpak Indonesia Tbk (CLPI) mencatat pertumbuhan harga paling tinggi di Bursa Efek Indonesia. Harga saham CLPI yang pada 3 Januari 2011 masih senilai Rp 350 per saham, kemarin sudah terbang menjadi Rp 1.230 per saham.

Itu berarti, keuntungan (gain) yang dihasilkan CLPI selama 2011 adalah 251,43%. Andai seorang investor membeli 1 lot saham CLPI di awal tahun ini senilai Rp 175.000, maka kemarin investasinya sudah melejit menjadi Rp 615.000.

Di posisi kedua pencetak gain tertinggi adalah PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG). Dengan harga penutupan kemarin sebesar Rp 550 per saham, ADMG menyumbang return 150% ke pemiliknya. Saham dengan gain tertinggi ketiga adalah PT Asiaplast Industries Tbk (APLI). Return APLI di tahun ini adalah 133,33%.

Saham PT Champion Pacific Indonesia Tbk (IGAR) menempati posisi pencetak keuntungan tertinggi keempat, dengan imbal hasil 126,83%. Di tempat kelima adalah saham PT FKS Multi Agro Tbk (FISH) dengan return 125,27%.

Diwarnai rumor

Saham-saham lapis kedua dan ketiga naik daun karena harga saham-saham unggulan alias bluechips cenderung stagnan. "Tidak ada fundamental besar yang mampu menggerakkan saham bluechip," kata Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker.

Di saat saham-saham lapis pertama melempem, pemilik dana menjadi enggan berlama-lama di bursa. Jika memutar dananya, mereka cenderung melakukan trading dibandingkan investasi. Nah, saham-saham lapis kedua dan ketiga bisa memenuhi selera pemilik dana yang memiliki target investasi jangka pendek tersebut.

Yang perlu diingat, memutar duit di saham-saham lapis kedua dan ketiga tidak selalu mendatangkan keuntungan berlimpah. Bahkan, risiko saham kelas bawah lebih tinggi dibandingkan dengan saham bluechips.

Satrio mengingatkan, mayoritas saham-saham gurem tersebut melejit harganya karena spekulasi, bukan faktor fundamental. Para trader menggunakan rumor yang beredar untuk memilih saham lapis bawah. "Pergerakan pasar saat ini banyak dipengaruhi kabar-kabar yang belum tentu valid," kata dia.

Pemain di bursa jangan mudah tergoda mencemplungkan uangnya di saham lapis bawah yang harganya ngebut tanpa alasan fundamental. Jangan lupa, banyak emiten yang mengaku tidak tahu menahu tentang penyebab kenaikan harga saham perusahaan mereka.

Kebijakan pengelola BEI serta Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam mengawasi perdagangan saham ikut mempengaruhi munculnya saham-saham gorengan, alias saham lapis bawah yang harganya meroket kencang. "BEI dan Bapepam seharusnya lebih aktif mengawasi pergerakan pasar, terutama memantau saham-saham yang masuk ke dalam daftar unusual market activity atau UMA," kata Satrio.

Namun fenomena kenaikan saham lapis bawah diprediksi akan berlanjut selama sentimen di bursa cenderung flat. Kebanyakan investor tetap tergoda oleh saham lapis kedua dan ketiga sampai daya tarik bluechips muncul lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar