Senin, 21 Maret 2011

Libia memanas, harga minyak terancam

Date : Mar 21 2011, 08:45
Title : News Story
Header : Libia memanas, harga minyak terancam


Story
=======================================================================================
JAKARTA. Konflik makin meruncing di Libia setelah pasukan Sekutu campur
tangan untuk melawan rezim Kaddaffi. Krisis ini kemungkinan akan menyulut lagi
gejolak harga minyak dunia yang sempat agak mereda pekan lalu.
Libia adalah negeri penghasil minyak ketiga terbesar di Afrika. Sebelum
kisruh politik mulai, Libia dapat menghasilkan minyak sekitar 1,58 juta barel
per hari. Namun, Sabtu lalu (19/3), Shokri Ghanem, Pimpinan National Oil Corp.
yang merupakan perusahaan minyak negara Libia, mengatakan produksi nasional
tinggal 400.000 barel per hari. Penyebabnya, perusahaan minyak asing telah
menarik pulang pekerjanya dari Libia.
Pengamat perminyakan Kurtubi mengatakan, lebih bahaya lagi jika konflik
meluas ke Arab Saudi. Jika sampai ke produsen minyak terbesar dunia itu, harga
minyak bisa bergejolak. Sejarah akan mencatat satu lagi krisis minyak dunia.
"Harga minyak Brent bisa menyentuh US$ 200 per barel. Tapi jika tidak dan
konflik Libia bisa selesai, harga Brent akan berkisar US$ 120 per barel,"
ujarnya.
Per Jumat (18/3), harga kontrak minyak Brent untuk pengiriman Mei 2011
mencapai US$ 113,93 per barel. Adapun harga minyak jenis WTI tercatat US$
101,07 per barel.
Gejolak harga minyak dunia ini sudah pasti akan mempengaruhi Indonesia.
Dampak langsungnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak non subsidi seperti
pertamax.
Kurtubi memprediksi, harga pertamax bisa menyentuh
Rp 9.000 per liter dalam waktu dekat. "Pelanggan pertamax akan berbondong
kembali pindah ke premium," ujarnya.
Sekarang pun hal ini sudah terjadi. Menteri Keuangan Agus Martowardojo
malah telah menghitung, penundaan pembatasan BBM bersubsidi akan menambah kuota
konsumsi BBM bersubsidi, yang tadinya 38,6 juta kiloliter jadi 41 juta-42 juta
kiloliter. "Ini akan mendongkrak subsidi Rp 3 triliun- Rp 6 triliun," ujarnya.
Tapi menurut ekonom Econit Hendri Saparini, kenaikan harga minyak membawa
berkah berupa naiknya penerimaan dari komoditas. "Pemerintah harus memberi
skenario penerimaan untuk menambal defisit tanpa menargetkan dari neraca
migas," ujarnya.
[ Dea Chadiza S., Bambang Rakhmanto, Rika Theo ]
KONTAN Mon, 21 Mar 2011 ( 08:34:34 WIB )
=======================================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar