Senin, 27 Desember 2010

Bisnis pertambangan masih terganjal dukungan fasilitas

Date : Dec 27 2010, 09:07
Title : News Story
Header : Bisnis pertambangan masih terganjal dukungan fasilitas


Story
=======================================================================================

JAKARTA. Menjalankan bisnis pertambangan di Indonesia masih belum bisa
berlangsung semulus harapan. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H. Legowo mengungkapkan, kendala
utama yang masih dihadapi industri pertambangan adalah masalah dukungan
infrastruktur.
Tahun depan, kata Evita, kendala tersebut masih bakal menjadi rintangan
para pelaku industri pertambangan. "Kendala infrastruktur tersebut terutama
dalam pengolahan dan pendistribusian minyak dan gas (migas) ," ujarnya, akhir
pekan lalu.
Evita menyebutkan, industri pertambangan di Indonesia masih kurang
sejumlah sarana infrastruktur penunjang kegiatan usaha hulu migas. Contohnya,
masih minimnya kapal survei seismik 2D/3D. Kapal ini berfungsi mencari
kandungan gas dan minyak bumi yang ada di bawah laut.
Selain itu, sarana lain yang belum tersedia atau jumlahnya belum mencukupi
adalah untuk pengeboran. Misalnya sarana untuk konstruksi lepas pantai seperti
jack up rig, semi submersible tender rig (SSETR), deep water drill ship,
selanjutnya tanker seperti floating storage regasification unit (FSRU), FSPO,
FSO, dan tanker LPG. Terakhir, sarana infrastruktur pendukung operasi lainnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia atau
Indonesian Coal Mining Association (APBI-ICMA) Supriatna Suhala mengakui,
selain minimnya peralatan dan infrastruktur migas, para pengusaha migas di
Indonesia masih menemui kesulitan lain yang menghambat bisnis mereka. "Misalnya
tumpang tindih dan berbelitnya aturan," kata Supriatna.
Kesulitan itu, antara lain seperti mata rantai birokrasi perizinan
pertambangan dalam kawasan hutan. Berbelitnya prosedur menyebabkan pemberian
izin prinsip dan izin pinjam pakai mencapai sekitar dua tahun.
Sebetulnya, kata Supriatna, bisnis migas sangat menjanjikan. Itu jika
ditangani secara profesional dan kebijakan berpihak ke pengusaha. Karenanya,
pengusaha meminta pemerintah mampu mengatasi keluhan mereka.
Evita menjelaskan, pihaknya telah melakukan upaya untuk mengatasi semua
keluah pengusaha, khususnya masalah keterbatasan infrastruktur penunjang. Salah
satu caranya dengan membangun kilang minyak.
Cara lainnya berupa pemberian sejumlah insentif bagi pengusaha migas.
"Misalnya berupa pembebasan bea masuk atas impor barang modal di sektor migas,"
kata Supriatna. Insentif lainnya berupa pembebasan pajak pertambahan nilai suku
cadang impor untuk operasional kilang minyak, dan jaminan pinjaman dari
pemerintah.
[ Bambang Rakhmanto ]

KONTAN Mon, 27 Dec 2010 ( 09:05:07 WIB )


=======================================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar