Selasa, 03 Mei 2011

Apa saja yang diharamkan MUI dalam trading?

Apa saja yang diharamkan MUI dalam trading?
JAKARTA. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 80 tentang Mekanisme Syariah Perdagangan Saham mencantumkan 14 hal di bursa efek yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.

Sebagian besar dari ke-14 larangan tersebut sebetulnya juga sama dengan yang sudah diterapkan di Bursa Efek Indonesia saat ini. Di
antaranya, larangan front running, memberikan informasi yang menyesatkan, perdagagan semu yang tidak mengubah kepemilikan (wash sale), pre-arrange trade, pooling interest, cornering, marking at the close, insider trading, serta penawaran palsu.

Selain larangan yang sudah diketahui pelaku pasar modal pada umumnya, MUI menambahkan dua larangan lainnya dalam bertransaksi di bursa efek.

"Dua tambahan dari MUI adalah larangan short selling dan margin trading," ungkap Direktur Pengembangan BEI Friderica W Dewi, Selasa (3/5).

Short selling merupakan penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi. Sedangkan marging trading adalah transaksi atas efek dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban penyelesaian pembelian efek.

Friderica berharap dengan keluarnya Fatwa No. 80 maka masyarakat yang selama ini ragu untuk bertransaksi di pasar modal lantaran khawatir
tak sesuai prinsip syariah bisa berubah pikiran. Apalagi Fatwa ini akan diikuti pula dengan penerbitan Indeks Saham Syariah Indonesia.

"Dengan fatwa ini diharapkan jumlah investor, khususnya dari dalam negeri akan bertambah. Ini supaya pertumbuhan IHSG yang pesat juga dibarengi dengan pertumbuhan jumlah investor yang besar," papar Friderica.

Ia menambahkan, investasi berbasis efek syariah sebetulnya masih bisa tumbuh lebih besar. Catatan BEI, per 1 April 2011 kapitalisasi berbasis efek syariah secara keseluruhan baru 36,28% dari total kapitalisasi pasar modal atau sekitar Rp 1.527,36 triliun.

Dari jumlah tersebut, saham syariah memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 1.484 triliun atau 43,6% dari keseluruhan kapitalisasi pasar. Sementara itu, obligasi korporasi berbasih syariha baru 4,89% atau 6,121 triliun. Sedangkan surat utang negara berbasis syariah mengambil porsi 5,38% atau Rp 36,558 triliun dari total kapitalisasi pasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar