Rabu, 04 Mei 2011

Rupiah Terlalu Kuat dari Fundamentalnya

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Nilai tukar rupiah di level 8.500 dinilai terlalu kuat dibandingkan fundamentalnya. Daya saing produk RI pun pun tergerus. Apalagi, inflasi Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga.

Chief Economist Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, penguatan rupiah yang jauh di bawah 9.000, terlalu kuat dibandingkan angka fundamentalnya. Menurutnya, rupiah seharusnya sudah kembali melemah. Mungkin, dalam sebulan atau dua bulan, mata uang RI ini sudah melemah kembali.

Menurutnya, rupiah memang sama-sama menguat dengan mata uang negara lain terhadap dolar AS. Artinya, secara nominal, memang penguatannya sama. “Tapi, secara riil, penguatan rupiah terlalu jauh dibandingkan negara lain. Sebab, inflasi Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (3/5).

Lebih jauh Purbaya mengatakan, inflasi RI mencapai dua kali lipat dibandingkan negara-negara tetangga di level 6,1% sedangkan inflasi negara lain hanya 2-3%. Karena itu, penguatan rupiah, seharusnya tidak sama dengan negara-negara tetangga. “Sebab, ongkos produksi di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan negara-negara tetangga,” tandas Purbaya.

Akibatnya, produk luar negeri jauh berdaya saing dibandingkan produk Indonesia. Kecuali, jika inflasi RI sama dengan negara tetangga di level 2-3%. Karena itu, otomatis margin perusahaan domestik akan turun.

Pada saat yang sama, lanjut Purbaya, perusahaan domestik sejatinya menurunkan harga jual tapi masih profitable agar bisa mengimbangi daya saing baik di pasar ekspor maupun domestik. Sayangnya, hal itu tidak bisa dilakukan karena inflasi di dalam negeri masih tinggi.

Di sisi lain, barang-barang impor membanjiri pasar domestik karena jauh lebih murah. Semua itu, lanjut Purbaya, menandakan tergerusnya daya saing produk domestik baik di pasar internasional maupun domestik.

Alhasil, Bank Indonesia harus waspada dengan nilai tukar rupiah saat ini di level 8.554 per dolar AS (berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia). Sebab, pada akhirnya, akan merugikan perekonomian negara. “Penguatan rupiah harus diwaspadai agar tidak terlalu kuat di masa depan,” ucapnya.

Menurutnya, angka rupiah yang sesuai fundamentalnya di level 9.000-9.500 atau rata-rata 9.250-9.300. Angka ini dinilainya positif baik untuk eksportir maupun importir. “Pada saat rupiah terlalu kuat, ekspor memang masih bisa tumbuh, tapi impor akan tumbuh jauh lebih kencang,” ungkapnya.

Dihubungi terpisah, Ekonom Universitas Ma Chung Malang Moch Doddy Arifianto mengatakan, rupiah di level 8.500 terlalu kuat dibandingkan fundamentalnya. Menurutnya, fundamental rupiah di level 9.080, berdasarkan tingkat harga, jumlah uang yang beredar dan perbandingkan BI rate 0,75% dengan Fed Fund Rate 0-0,25%.

Dalam hitungannya, level 8.500 bagi rupiah berarti sudah mengalami deviasi 6-7% dari level fundamentalnya. Deviasi dibandingkan fundamentalnya bisa mencapai 10% bahkan 15%. Karena itu, rupiah masih berpotensi menguat ke level 8.000 di tengah derasnya dana asing yang mengalir ke pasar domestik.

Karena itu, penguatan rupiah saat ini mengganggu daya saing produk dalam negeri di pasar ekspor. Apalagi, di antara negara-negara berkembang, penguatan rupiah juga bukan hanya terhadap dolar AS tapi juga terhadap sekelompok mata uang seperti euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa) dan yen Jepang. “Artinya, rupiah mengalami apresiasi riil,” tandas Doddy.

Bersama rupiah Indonesia, real Brazil, rubel Rusia dan rupee India juga menguat tajam. Memang ada anggapan, jika penguatan rupiah bersamaan dengan penguatan mata uang negara lain tidak terlalu berpengaruh. “Masalahnya, penguatan rupiah sudah mencapai lebih dari 4,2% (year to date). Angka ini merupakan 5 besar apresiasi terkuat di dunia,” timpalnya.

Negara lainnya tidak membiarkan penguatan mata uangnya terlalu jauh seperti China yang mengintervensi yuan jadi hanya menguat tipis 1%. “Sedangkan, peso Filipina, bath Thailand dan won Korea di bawah yuan China, hanya menguat sangat tipis,” imbuh Doddy. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar