Senin, 05 Maret 2012

Nantikan Debt Swap Yunani, Rupiah Bakal Lesu

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Senin (5/3) diprediksi melemah terbatas. Salah satunya, karena pasar menanti tuntasnya proses debt swap Yunani.

Analis senior Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, potensi pelemahan rupiah awal pekan ini salah satunya karena pasar menjadikan hasil pertemuan puncak Koferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Eropa menjadi acuan bagi pasar.

Akhir pekan lalu, lanjutnya, masih berlangsung pertemuan zona Eropa yang membahas dana bailout dan perkembangan terakhir di kawasan tersebut. Karena itu, rupiah berpeluang kembali melemah. Tapi, pelemahan tersebut masih bersifat terbatas. "Sebab, Bank Indonesia akan kembali mengintervensi pasar jika rupiah kembali mendekati level 9.200. Rupiah akan bergerak dalam kisaran 9.050-9.150,” katanya kepada INILAH.COM.

Lebih jauh Firman menegaskan bahwa pasar tidak mengantisipasi adanya perkembangan yang signifikan dari Eropa. "Sebab, bagaimanapun pasar masih menunggu jalannya program debt debt swap Yunani dengan para kreditor swasta yang hingga saat ini belum tuntas. Memang baru dimulai tapi belum selesai," ujarnya.

Firman memperkirakan, kemungkinan selesainya adalah pertengahan Maret 2012 atau beberapa hari sebelum jatuh tempo utang Yunani pada 20 Maret. "Sektor swasta diminta untuk mengajukan penwaran apakah mereka turut serta dalam program debt swap itu atau tidak," ungkap Firman.

Menurutnya, jika jumlahnya lebih dari 50% dan seharusnya bisa melwati target ini, program itu akan terus dilakukan. "Tapi, jika jumlah partisipasinya kurang dari 50% dari target 100 miliar euro, program debt swap itu tidak akan dijalankan," timpal dia.

Di sisi lain, lanjutnya, terbatasnya pelemahan rupiah juga karena pasar masih menunggu pengumuman suku bunga acuan European Central Bank (ECB), Bank of England (BoE), Bank of Canada (BoC) dan Reserve Bank of Australia (RBA). "Ditakukan, keempat bank sentral itu sedikit dovish (pro kebijakan moneter longgar dengan penurunan suku bunga acuan) sehingga sedikit menjaga penguatan dolar AS," tuturnya.

Sentimen negatif lain, lanjut Firman, adalah angka penjualan ritel Jerman yang dirilis negatif. "Penjualan ritel Jerman akhir pekan lalu dirilis turun jadi -1,6% dari prediksi 0,5% dari dari angka sebelumnya 0,1%," ucapnya.

Begitu juga dengan penjualan industri ritel Indonesia yang memang naik jadi 13,9% tapi kenaikannya lebih rendah dari sebelumnya 22,2%. Indeks kepercayaan konsumen untuk bulan Februari juga dirilis turun jadi 111,71 dari 119,2 pada bulan sebelumnya. "Inilah yang bisa jadi tekanan bagi rupiah pada awal pekan," imbuhnya.

Asal tahu saja, kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Jumat (2/3) ditutup stagnan pada level 9.070/9.090 per dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar