Selasa, 24 Januari 2012

Faktor Makro Regional Hambat Penguatan Rupiah

Faktor Makro Regional Hambat Penguatan Rupiah
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (24/1) diprediksi menguat seiring situasi Eropa dan earning AS. Tapi, faktor makro ekonomi regional bakal menghambat lajunya.

Analis senior Monex Investindo Futures Albertus Christian mengatakan, potensi penguatan rupiah hari ini masih ditopang oleh risk appetite (hasrat pasar atas aset-aset berisiko). Salah satunya, dipicu oleh membaiknya krisis utang zona euro setelah sukesnya lelang obligasi kawasan tersebut.

Di sisi lain, hasrat pasar juga masih terpacu laporan keuangan AS yang rata-rata berada di atas ekspektasi. Tapi, semua ini sangat tergantung pada perkembangan situasi zona Eropa. "Rupiah akan coba menguat dengan menguji level psikologis 8.930 yang merupakan rata-rata pergerakan 100 hari, dan jika tembus, penguatan berikutnya 8.890 per dolar AS. Level atasnya 9.000 yang menjadi resistance kuatnya," katanya kepada INILAH.COM.

Sayangnya, kata Christian, dari sisi makro ekonomi regional pekan ini yang diekspektasikan negatif, akan menghambat laju rupiah."Setelah libur Imlek kemarin, pasar masih berekspektasinya adanya keputusan suku bunga," ucap dia.

Selasa ini, kata dia, ada pertemuan Bank Sentral di India, Jepang dan Thailand selain di New Zealand. "Untuk Asia, pasar menunggu keputusan suku bunga Jepang, hari ini," imbuhnya.

Memang, lanjutnya, arah suku bunga acuannya masih tidak berubah dari level saat ini. Semua bank sentral itu masih menunggu perkembangan situasi krisis utang Eropa. "Tapi, dalam beberapa bulan ke depan, asumsi kenaikan inflasinya diperkirakan bakal mentok," ungkap dia.

Di sisi lain, menurutnya, pasar juga menunggu adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi atau peningkatan suku bunga tipis bahkan justru pemangkasan suku bunga acuan. "Tapi, karena suku bunganya tidak mengalami perubahan, tidak akan berdampak banyak pada pasar," imbuhnya.

Dia menjelaskan, pasar akan melihat data inflasi terlebih dahulu. Inflasinya diekspektasikan sudah mentok kenaikannya sehingga tinggal menunggu untuk turun.

Selain itu, lanjutnya, pasar juga menanti laporan ekspor dari Jepang, India, maupun Thailand. Semua itu, akan dipantau oleh pelaku pasar regional.

Jadi, Christian menegaskan, dengan adanya ekspektasi perlambatan pertumbuhan ekonomi Eropa, AS dan China akan berimbas juga pada data ekspor Jepang, India dan Thailand. Artinya, ada ekspektasi, kenaikan pertumbuhan ekonomi juga sudah mulai mentok sebelum ada ekspektasi penurunan suku bunga. "Karena itu, rupiah berpeluang menguat terbatas karena ada beberapa kondisi regional yang menghambat penguatan tersebut," ujarnya.

Asal tahu saja, kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Jumat (20/1) ditutup menguat 51 poin (0,56%) ke level 8.943/8.953 per dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar