Senin, 21 November 2011

Meneropong Saham Semen Akhir Tahun

INILAH.COM, Jakarta - Sentimen Eropa telah membuat harga saham tak mencerminkan fundamentalnya. Begitu juga dangan valuasi saham di sektor semen. Inilah target harganya akhir 2011.

Pada perdagangan Jumat (18/11) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) ditutup melemah 37,75 poin (1%) ke level 3.754,5. Harga intraday tertingginya mencapai 3.792,16 dan terendah 3.745,14. Saham-saham sektor industri dasar termasuk sektor semen turun 1,14% ke level 382,94.

Managing Research Indosurya Asset Management Reza Priyambada mengatakan, saat ini, pergerakan harga saham bertolak belakang dengan kondisi fundamental emiten. Saat ini, pergerakan saham lebih dipicu oleh sentiment yang ada di bursa.

Menurutnya, jika bursa sedang diselimuti sentimen negatif, saham-saham yang berkualitas secara fundamental pun bakal terkena dampak negatifnya. Begitu juga dengan saham-saham di sektor semen, meski secara fundamental positif. “Karena itu, penurunan harga saham sektor semen itu, bukan mencerminkan penurunan kinerja fundamentalnya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dilihat dari kondisi rill fundamental sektor ini,Reza menilai sangat prospektif. Sebab, jika dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di level 6,4-6,5% juga memacu pertumbuhan ekonomi penduduknya sehingga permintaan semen meningkat. “Karena itu, secara umum, PDB Indonesia sangat positif bagi sektor semen,” ujarnya.

Ia memaparkan, 65% PDB disumbang oleh konsumsi. Jika konsumsi itu lebih ditopang oleh masyarakat kelas atas otomatis memacu tingginya permintaan properti. Jika sebaliknya, kurang memacu permintaan itu sehingga daya demand semen pun kurang. “Tapi, soal ini masih bias,” ungkapnya.

Secara kasat mata, lanjutnya, di kota-kota besar, pengembang properti banyak yang mendirikan apartemen, super block dan sebagainya. Tentu, kata Reza, semuanya membutuhkan bahan dasar semen. “Proyek pembangunan akan terus berlangsung dan semen merupkan industri dasar yang jadi bahan pokok untuk bangunan,” paparnya.

Karena itu, Reza yakin, demand semen akan terus mengalami peningkatan. Tapi, imbas positifnya bagi emiten di sektor semen sangat tergantung dari pangsa pasarnya masing-masing.

Dia mengungkapkan, dari semua proyek saat ini, pangsa pasar semen lebih dikuasai oleh PT Indocement Tunggal Prakasa (INTP) hingga 50%. Di posisi kedua adalah PT Semen Gresik (SMGR) dengan pangsa pasar 48%. Beberapa tahun sebelumnya, SMGR yang menguasai pangsa pasarnya.

Menurutnya, hampir semua proyek pembangunan menggunakan semen gresik. Tapi sekarang, INTP sedikit lebih menguasai pangsa pasar. Sedangkan PT Holcim Indonesia (SMCB) paling sedikit di level 2%. “Dari 10 proyek, SMCB hanya meng-cover 1-2 proyek. Karena itu, pasar tidak bisa menilai terlalu tinggi untuk SMCB,” papar Reza.

Dari sisi pendapatan dan laba bersih, SMGR paling besar dan INTP pada urutan kedua dan ketiga SMCB. Pendapatan pada periode Januari-September 2011, Semen Gresik membukukan kenaikan pendapatan sebesar 13% menjadi Rp 11,61 triliun sedangkan Holcim naik 26% menjadi Rp5,4 triliun.Pendapatan bersih INTP hingga kuartal III 2011 naik 20,6% menjadi Rp9,77 triliun dibanding periode sama 2010.

Sementara itu, dari sisi valuasi Price Earnings Ratio (PER), saham INTP paling tinggi 16,92 kali atau di atas rata-rata industri 16,15 kali. SMGR 14,82 kali, SMCB 14,6 kali. Tapi, peningkatan valuasi dari INTP sangat wajar karena harganya pun tinggi di level Rp15.850. SMGR Rp9.200 dan SMCB Rp1.880.

Dalam situasi market saat ini, menurut Reza, meski secara PER sudah tinggi, tapi tidak jadi patokan mahal-murahnya saham. Mahal-murah lebih mengacu pada faktor teknikal. Jika jenuh beli (overbought) menandakan harganya sudah mahal. “Begitu juga sebaliknya, jika jenuh jual (oversold) berarti sudah murah,” timpalnya.

Reza menjelaskan, secara PER memang INTP sudah mahal. Tapi, jika akhir tahun secara teknikal bisa menyentuh Rp16.500, level harga saat ini tentu tak lagi mahal. “Jadi, aku lebih mengacu pada faktor teknikal,” tandas Reza.

Secara teknikal, saham-saham sektor semen masih potensial naik karena sedang berada di area tengah Bollinger Bands. INTP saat ini masih di bawah harga jenuh beli (overbought)-nya di level Rp16.250. Karena itu, target harga hingga akhir tahun di level Rp16.200-16.500.

Sedangkan SMGR, kata Reza, dari sisi Bolinger Bands-nya masih menunjukkan peluang penguatan. Tapi, dilihat dari indikator lain seperti stochastic, momentum, dan William%R memiliki potensi pelemahan dalam beberapa hari ke depan sebelum kembali menguat. “Level overbought Bollinger Bands SMGR di level Rp9.700. Target harga akhir 2011 di level Rp9.700-9.800,” ucapnya.

Sementara itu, level jenuh beli SMCB di angka Rp1.960-1.970.Target harga Rp2.000 hingga akhir 2011. “Setelah level overbought tercapai, ada potensi pembalikan arah melemah sehingga bisa profit taking meski target harganya masih di atas level overbought,” tutur Reza.

Di atas semua itu, menurut Reza, pergerakan saham semen sedikit lambat. Bagi trader (investor jangka pendek) bisa trading buy--masuk sekarang karena murah, dan bermain cepat langsung profit taking begitu saat ada kesempatan. “Bagi investor yang orientasinya jangka panjang bisa masuk, buy sekarang dan hold untuk sebulan ke depan,” imbuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar