Senin, 12 Desember 2011

Dana Rp 225 Triliun Keluar dari Negara Berkembang Akibat Krisis Eropa

Zurich - Krisis utang yang terjadi di Eropa berdampak ke negara-negara berkembang, terutama di kawasan Eropa Timur. Dana-dana keluar dari kawasan tersebut mencapai US$ 25 miliar atau sekitar Rp 225 triliun hanya untuk periode Agustus-September.

Investor melakukan repatriasi dananya dari negara-negara berkembang ke tempat-tempat investasi yang dianggap lebih aman. Demikian hasil studi dari Bank for International Settlements (BIS) seperti dikutip dari AFP, Senin (12/12/2011).

Harga saham-saham di negara berkembang juga turun tajam selama September. Menurut peneliti BIS, hal itu menunjukkan investor menjual aset-aset yang berisiko untuk mengurangi volatilitas portofolio.

Negara-negara berkembang yang terkena pukulan keras akibat risk aversion atau penarikan dana-dana adalah negara-negara di Eropa Tengah dan Timur.

Repatriasi dana-dana dari negara-negara berkembang itu berhubungan dengan aliran dana masuk ke kawasan Eropa sebesar US$ 85 miliar, yang merupakan hasil dari pengurangan aset di luar Uni Eropa dan sebagian besar mengalir ke Prancis.

Menurut laporan BIS, trend tersebut mengkhawatirkan analis karena setiap pengurangan di wilayah kredit bank Eropa ke perusahaan-perusahaan dan ruma tangga di pasar negara berkembang dapat memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Sementara bank-bank besar --yang terkena dampak krisis Yunani termasuk Commerzbank Jerman dan Unicredit Italia yang mengambil porsi hingga sepertiga dari kerugian sebesar 10,6 miliar-- juga telah mengatakan mereka akan mengurangi kredit baru ke kawasan tersebut.

Austria juga telah menerapkan disiplin yang lebih besar pada perbankan, terutama yang memiliki kredit besar ke Kroasia, Republik Ceko, Hongaria dan Rumania.

Sementara Sydney Morning Herald menuliskan, kawasan-kawasan di Asia menjadi bagian yang rentan dari masalah modal perbankan global. Riset BIS menunjukkan negara berkembang Asia akan terkena ekspose yang besar jika terjadi krisis kredit.

BIS menyatakan, negara-negara Asia mendapatkan utang lebih jauh dari kreditor asing dibandingkan kawasan lain dan sebagian besar berupa utang jangka pendek. Berdasarkan dua hal, Asia Pasifik sepertinya menjadi kawasan yang paling terekspos oleh penarikan dana tiba-tiba.

"Hingga akhir Juni 2011, hampir dua pertiga dari seluruh klaim internasional di kawasan tersebut masih memiliki jatuh tempo kurang dari 1 tahun," jelas BIS.

Meski menghadapi risiko-risiko tersebut, namun BIS menilai kredit ke Asia masih tumbuh cepat hingga Juni, dengan ekspansi mencapai US$ 108 miliar atau 9%, berkat pertumbuhan yang cepat di China.

(qom/qom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar