Senin, 12 Desember 2011

Ekonomi Dunia Tak Menentu, Indonesia Bisa Jadi Safe Haven

Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyebut, perekonomian negara-negara berkembang termasuk Indonesia punya posisi menguntungkan di tengah situasi ekonomi dunia yang tak menentu. Indonesia paling menjanjikan imbal hasil investasi, dibandingkan Eropa atau Amerika Serikat (AS).

"Perekonomian AS sendiri lambat tumbuh. Eropa tidak bisa menjanjikan apa-apa. Surat-surat berharga negara-negara Eropa sudah keluar dari Eropa, dan memang safe haven masih di surat berharga Amerika," kata Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono di Jakarta, Senin (12/12/2012).

"Emerging market, seperti Indonesia masih punya kesempatan. Kalau kita bisa memanfaatkan kesempatan ini sebagai safe haven, salah satu dampak Eropa pada surat-surat berharga pemerintah dan nilai tukar," tambahnya.

Hartadi menjelaskan, melemahnya ekonomi dunia menjadikan ekspektasi rendah atas pertumbuhan dunia. Beragam analisa dari lembaga keuangan menyebut, ekonomi dunia hanya dapat tumbuh 5% di 2012. Pelemahan ekonomi global diikuti oleh turunnya harga komoditas dan inflasi yang menurun.

"Dampak negatif dari situasi global ini, di financial sector. Kami di BI, bersama-sama pemerintah memfokuskan diri bagaimana financial sector tetap tahan. Meski kita tahu ini tercermin pada fluktuasi, tekanan depresiasi di pasar surat berharga karena sebagian investor keluar dan keluar dari Indonesia," tuturnya.

Saat ini, kebijakan yang telah dan akan dilakukan bank sentral adalah menjaga pasar SBN dan nilai tukar rupiah. "Kami terapkan strategi stabilkan bonds market agar investor confident untuk stay longer di Indonesia meski kondisi luar memburuk," tuturnya.

"Setelah kita beli bonds, kita serap kembali dengan valas. Kita jual valasnya, kita serap rupiahnya. Dengan dual strategi yang kita lakukan, ini bisa stabilkan bonds market bersama-sama dengan menstabilkan nilai tukar," ucap Hartadi.

Lanjutnya, pelemahan nilai tukar masih cukup besar. Ini terjadi karena permintaan valas tidak hanya dari investor pasar obligasi, melainkan juga untuk membayar utang, repatriasi profit. "Ini biasanya terjadi di kuartal akhir," tegasnya.

(wep/ang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar