Selasa, 26 April 2011

Gunakan Momen Koreksi Untuk Akumulasi

INILAH.COM, Jakarta - Koreksi yang terjadi pada bursa siang ini akan berlanjut hingga penutupan. Inilah saat yang tepat untuk akumulai saham yang berfundamental kuat dan kinerja positif.

Pada sesi pertama perdagangan Selasa (26/4), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 37,45 poin (0,99%) ke level 3.751,093. Begitu juga indeks saham unggulan LQ45 yang turun 8,05 poin (1,18%) ke angka 671,324.
Laju indeks siang ini cukup ramai, didukung oleh volume transaksi yang tercatat mencapai 1,577 miliar lembar saham, senilai Rp1,458 triliun dan frekuensi 59.282 kali. Sebanyak 50 saham menguat, sedangkan 145 saham melemah dan 96 saham stagnan.
Pelemahan indeks sesi pertama, juga diwarnai aksi jual asing yang mencatatkan transaksi nilai jual bersih (net foreign sell) sebesar Rp4,248miliar. Rinciannya, transaksi beli mencapai Rp319,3 miliar sedangkan transaksi jual sebesar Rp323,5 miliar.
Semua sektor saham kompak melemah sehingga mendukung koreksi indeks. Sektor aneka industri memimpin pelemahan 1,78%, disusul keuangan 1,52%, industri dasar dan manufaktur masing-masing 1,05%, pertambangan 0,80%, perdagangan 0,79%, konsumsi 0,50%, properti 0,50%, infrastruktur 0,44% dan perkebunan 0,34%.
Head of Researh Valbury Asia Securities Alfiansyah memperkirakan, pergerakan IHSG hingga penutupan sore nanti akan melemah. “Indeks akan mengarah ke level support 3.747 dan 3.822 sebagai level resitance-nya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (26/4).
Menurutnya, pelemahan indeks hari ini lebih dipicu faktor eksternal. Salah satunya, petumbuhan ekonomi AS pada kuartal I/2011, yang diekspektasikan lebih rendah jadi 1,9% dari kuartal sebelumnya 3,1%. Pasar juga mengantisipasi pertemuan The Fed, Rabu (27/4) dinihari. “Pasar akan melihat ke mana arah kebijakan moneter yang akan dilakukan The Fed.” ujarnya.

Di sisi lain, lanjutnya, China masih diselimuti kekhawatiran inflasi. Karena itu, negeri Tirai Bambu ini akan terus memperketat kebijakan moneternya. Pada saat yang sama, Spanyol dibayangi utang jatuh tempo akhir bulan ini. “Belum lagi masalah Yunani yang akan melakukan restrukturisasi utangnya,” papar Alfinsyah.

Ditegaskan Alfiansyah, itulah sejumlah akumulasi sentimen yang berpengaruh negatif pada pergerakan market domestik hari ini. “Kondisi itu, memperparah sentimen dari koreksi indeks global dan regional,” tandasnya.

Sementara itu, dari internal, tidak ada faktor-faktor yang bisa menekan indeks domestik hari ini. Sebab, inflasi April ini diperkirakan cenderung turun bahkan diperkirakan kembali terjadi deflasi seiring rendahnya harga komoditas pangan. “Kalaupun terjadi inflasi, akan terkendali,” ucapnya.

Artinya, dari sisi makro ekonomi, negatifnya sentimen AS bertolak belakang dengan positifnya sentimen dari makro ekonomi Indonesia. “Karena itu, koreksi market hari ini tak perlu dikhawatirkan oleh pasar. Sebab, faktor internal dari beberapa indikator ekonomi Indonesia bisa menjadi katalis penguatan indeks ke depannya,” ungkapnya.

Apalagi, lanjutnya, arus capital inflow pun masih deras mengalir ke dalam negeri. Pada saat yang sama, cadangan devisa RI sudah mencapai US$109,5 miliar. Ini merupakan level tertinggi sepanjang sejarah. Angka itu berasal dari kombinasi direct dengan indirect investment sehingga jadi katalis pergerakan indeks.

Di sisi lain, rupiah terus menguat ke level 8.600-an per dolar AS. “Semua itu akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai yang dicanangkan pemerintah 6,4%,” paparnya.

Dalam situasi market yang koreksi, menurutnya, merupakan momentum tepat untuk akumulasi saham-saham yang sudah koreksi. Terutama, emiten yang berfundamental kuat di 2010 dan ekspektasi kuartal I/2011 di sektor perkebunan, pertambangan batu bara dan metal, manufaktur, infrastruktur dan perbankan.

Saham-saham pilihannya PT Bakrie Sumatera Plantation (UNSP), PT Tambang Bukit Asam (PTBA), PT International Nickel Indonesia (INCO), PT Timah (TINS) dan PT Antam (ANTM). PT Astra Internasional (ASII), PT Telkom (TLKM) dan PT Jasa Marga (JSMR).

Lalu, PT Bank Negara Indonesia (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI). “Saya rekomendasikan buy on weakness saham-saham tersebut,” imbuh Alfiansyah.[ast]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar