Selasa, 25 Oktober 2011

Komposisi Segitiga Emas Dorong IHSG Bullish

INILAH.COM, Jakarta – Kokohnya fundamental makro ekonomi Indonesia dinilai jadi alasan bullish-nya IHSG. Pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah dan inflasi membentuk komposisi segitiga emas.

Pada perdagangan Senin (24/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) ditutup menguat 86,118 poin (2,37%) ke level 3.706,782, dengan intraday tertinggi di 3.716,64 dan terendah di 3.621,12. Sementara itu, indeks saham unggulan LQ45 ditutup menguat 19,371 poin (3,02%) ke level 659,616.

Presiden dan pendiri PT Astronacci Internasional Gema Goeyardi mengatakan, sejak awal dirinya optimistis pada pergerakan IHSG. Secara fundamental, ia tidak menemukan sedikitpun alasan mengapa orang harus berpikir indeks bearish dan bahkan pantas diperdagangkan di level 2.500 bahkan 1.700.

Menurutnya, pasar melihat dari makro ekonomi terlebih dahulu. “Saya menyebut komposisi segitiga emas dalam hal ini Gross Domestic Product (GDP) growth, nilai tukar rupiah, dan Inflasi,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (24/10).

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2009 yang terefleksi kepada IHSG didorong oleh consumer spending yang tinggi. Ini berbeda dengan periode bullish pada 2003-2007 yang lalu di mana komoditas yang menjadi motor. “Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah berhasil menumbuhkan daging dari tulangnya sendiri yang menjadi alasan utama mengapa IHSG sangat kuat 2 tahun terakhir,” ujarnya.

Sekarang ini, lanjutnya, Indonesia adalah juara ke-2 dalam hal consumer confidence di seluruh dunia. “Anda bisa melihat bahwa usaha di sektor riil berjalan dengan baik, yang ditandai dengan ekspor impor yang berjalan dengan lancar dan juga kalau kita melihat dari sudut pandang kredit semua semakin baik,” ungkapnya.

Berkaca pada 2008, Gema memaparkan, krisis yang membuat IHSG jatuh lebih dari 1.000 poin adalah krisis likuiditas hingga membuat bank-bank pun mempersulit pinjaman baik mulai kredit investasi, konsumsi hingga modal kerja.

Sekarang? Menurutnya, pertumbuhan permintaan kredit hingga kuartal 3 2011 masih kuat dengan estimasi konsensus menunjukkan pertumbuhan sebesar 23,87% menjadi Rp2.054 triliun. “Kredit investasi bertumbuh yang paling cepat sebesar 30% dari 2010 hingga 2011,” ungkap Gema.

Setelah itu, diikuti oleh kredit konsumer sebesar 24,8% dan kredit modal kerja sebesar 20,8%. Berdasarkan data dari Bisnis Indonesia (Unofficial), pertumbuhan loan-deposit ratio (LDR) mencapai 83,78%, yang mencetak rekor tertinggi sejak September 2010 pada 76,8%. “Dengan tingginya kredit investasi ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi Indonesia sangat baik,” tandasnya.

Dengan berpikir lebih simple, lanjutnya, kenaikan kredit konsumsi menandakan, saat ini orang mampu melakukan spending untuk kepentingan konsumsi mereka. Ini menjadi salah satu sinyal bahwa sebenarnya ekonomi berjalan dengan baik.

Kondisi itu, juga diperkuat oleh riset dari AC Nielsen. Di Indonesia pada 2012 akan ada peningkatan masyarakat berekonomi menengah ke atas sebanyak kurang lebih 15-20%.

Lalu, kurs rupiah. Menurutnya, pada 2008 saat krisis rupiah melemah dan tak terbendung. Bagaimana dengan sekarang? “Saat crash yang lalu, rupiah sempat mencapai level 9.200 per dolar AS tetapi dengan cepat pemerintah menetralisir keadaan dan berhasil membuat rupiah stabil hingga hari ini.

Terakhir adalah inflasi. “Inflasi yang dapat kita lihat sekarang berkisar antara 4% (year on year/YoY) dan sudah dinilai stabil hingga Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI rate),” timpalnya.

Dari ketiga hal di atas, Gema menegaskan, investor dapat melihat bahwa kondisi Indonesia sangat bagus. Kalaupun terpengaruh oleh krisis dari Eropa, hal itu adalah minor dan sifatnya sementara saja.

Mungkin, kata Gema, IHSG bisa menuju ke 2.500 tetapi itu justru jadi kesempatan emas untuk menjadi miliader baru dari pasar saham. “Sebaiknya analis yang memiliki out look bearish ekstrim juga memberikan outlook setelah bearish tersebut terjadi serta solusi mengatasinya,” imbuh Gema.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar