Rabu, 21 Desember 2011

Roubini: Tanpa Solusi, Perang Mata Uang Menanti

Medium
INILAH.COM, Jakarta - Ekonom AS Nouriel Roubini menhimbau para pembuat kebijakan untuk mengambil tindakan tegas dalam menyelesaikan masalah perekonomian yang saat ini terjadi.

Roubini menilai, para pembuat kebijakan harus bertindak tegas namun terukur. "Zona euro telah menyangkal fakta bahwa negara-negara anggotanya bangkrut, serta tidak mampu bertahan dan tumbuh dalam suatu kesatuan moneter," ujarnya dalam Financial Times, seperti dikutip dari CNBC.com, Rabu (21/12).

Sementara di AS, lanjutnya, konsolidasi fiskal ditunda dan reformasi struktural lainnya seperti di bidang investasi infrastruktur, keterampilan, dan pendidikan, serta perubahan kebijakan energi, semua langkah yang diperlukan untuk memulihkan pertumbuhan , juga ditunda.

Sedangkan untuk China, ia mengatakan, tetap bertahan pada pelemahan mata uang untuk mendukung ekspor dan investasi yang dipicu oleh model pertumbuhan dimana dana pihak ketiga dalam bentuk tabungan terlalu tinggi dan konsumsi terlalu rendah.

Pada Selasa lalu, Wakil Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Vitor Constancio mengatakan bahwa adanya pernyataan euro akan pecah merupakan satu hal yang tidak masuk akal dan tidak pernah terpikirkan sama sekali untuk melakukannya.

Roubini mewanti-wanti zona euro bahwa adanya pertimbangan-pertimbangan politik, yang mencegah para pemimpin dalam mengambil keputusan-keputusan sulit akan memicu perang mata uang dan perang dagang.

"Ini akan menjadi jelas pada 2012 bahwa permainan 'kicking the can down the road' adalah permainan dengan hasil nihil (zero sum game)," tuturnya.

Setiap negara lebih suka memiliki mata uang yang lemah untuk meningkatkan ekspor agar pertumbuhan ekonomi pulih, dan ketegangan mata uang akan membuat situasi lebih buruk tahun depan ketika kombinasi dari tekanan pasar dan konflik politik yang menghambat. "Akan membuat hal tersebut lebih sulit dalam penuntasannya," ungkap Roubini.

"Paling lambat pada 2013, tapi mungkin sudah akan dirasakan pada 2012, badai resesi double-dip di AS, kacaunya skenario penuntasan krisis utang di zona euro dan pertumbuhan di China yang menukik bisa terwujud," ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar