Kamis, 24 November 2011

Iklim Bisnis Jerman Bakal Tekuk Rupiah

Iklim Bisnis Jerman Bakal Tekuk Rupiah
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Kamis (24/11) diprediksi melemah terbatas. Salah satunya karena rilis iklim bisnis Jerman yang diperkirakan negatif.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, kemungkinan besar rupiah masih akan mengalami pelemahan tapi sifatnya terbatas seiring intervensi dari Bank Indonesia (BI). Sepertinya, menurut Firman BI enggan membiarkan rupiah melemah dan tembus 9.100 per dolar AS.

Hanya, rupiah mendapat tekanan hari ini. Salah satunya karena faktor dirilisnya data iklim bisnis Jerman yang diprediksi turun pada pukul 16.00 WIB nanti. Angkanya sudah diprediksi di level 105,3 dari 106,4 untuk data November. "Karena itu, rupiah cenderung melemah dalam kisaran 9.020-9.080 per dolar AS,” katanya kepada INILAH.COM.

Sementara itu, lanjut Firman, data yang dirilis kemarin malam variatif bagi perekonomian AS. Menurutnya, rilis minutes Federal Open Market Commitee (FOMC) menegaskan kecemasan Bank Sentral AS The Fed. "Tapi penguatan dolar AS masih terus berlanjut," ucapnya.

Memang menurutnya, Fed masih melihat berlanjutnya pelemahan di sektor tenaga kerja dan pengangguran yang semakin tinggi. Jadi, rilis hasil minutes itu secara umum tidak begitu ceria. Sebab, kondisi itu menunjukkan masih rendahnya pemulihan ekonomi Amerika Serikat. "Tapi, itu tidak membuat dolar AS melemah," tandas Firman.

Pasalnya, situasi krisis utang Uni Eropa terus memburuk sehingga investor akan tetap memilih dolar AS sebagai safe haven. "Selama zona ekonomi AS tidak terancam mengalami resesi, tidak akan membuat dolar AS melemah," timpalnya.

Firman menegaskan, kondisi Eropa lebih buruk dibandingkan AS sehingga dolar AS tetap cenderung menguat dan jadi tekanan bagi rupiah. "Ancaman perlambatan ekonomi AS tidak membuat dolar AS melemah. Sebab, kondisi ekonomi negara lain terutama zona euro, tidak lebih baik dari AS," paparnya.

Apalagi, lanjutnya, dengan Inggris yang mengalami inflasi rendah dan pertumbuhan yang juga rendah. "Sementara itu, Swiss dan Jepang mengintervensi mata uangnya sehingga mau tidak mau, dolar AS jadi pilihan alternatif bagi investor," imbuh Firman.

Asal tahu saja, kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Rabu (23/11) ditutup stagnan di level 9.040/9.050 per dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar