Kamis, 29 September 2011

Berapa Valuasi Wajar IHSG Saat Ini?

INILAH.COM, Jakarta – Setelah rontok akibat kekhawatiran pasar atas resesi Eropa dan operation twist yang digulirkan The Fed, IHSG berada di bawah valuasi normalnya. Seperti apa dan bagaimana strateginya?

Pada perdagangan Rabu (28/9), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG )ditutup menguat 39,228 poin (1,12%) ke level 3.513,166, dengan intraday tertinggi 3.531,88 dan terendah di 3.452,98. Demikian pula indeks saham unggulan LQ45 yang naik 9,821 poin (1,62%) ke level 614,531.

Pengamat pasar modal Teguh Hidayat mengatakan, dalam situasi normal, yang sesuai valuasi wajar dan Price to Book Value (PBV), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) saat ini seharusnya berada di level 3.700 hingga akhir 2011. Karena itu, posisi IHSG di level 3.400-3.600 merupakan level di bawah normal.

Tapi memang, dia mengakui, kondisi saat ini sedang tidak normal sehingga belum bisa menjustifikasi bahwa IHSG sudah murah. “Jika kondisi Eropa berangsur baik karena menemukan solusinya, IHSG akan menguat ke level 3.700 dan akan stabil di atas level ini,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (28/9).

Apalagi, lanjut dia, laporan keuangan emiten pada kuartal III-2011, rata-rata diekspektasikan positif sehingga bisa mendongkrak laju IHSG. Valuasi wajar IHSG saat ini di level 12 kali pada 3.700. “Level ini dinilainya mahal dalam situasi yang tidak normal. Jika normal, level itu wajar,” timpal dia.

Lebih jauh dia menjelaskan, berkaca pada resesi 2008 di mana IHSG melemah hingga 10 bulan, saat ini pun, dengan mengambangnya penyelesaikan krisis utang Eropa, IHSG bakal sideways hingga level tertingginya 3.700-an. “Karena itu, level 4.000 terlalu optimistis jika dihitung dari valuasi normalnya,” ungkap dia.

Apalagi, saat IHSG di level 4.000 pun pada Juli 2011, sangat banyak analis mengatakan valuasinya terlalu mahal dengan Price Earning Ratio (PER) di level 14 kali. “Artinya, IHSG belum siap untuk berada di level tersebut,” ungkap dia.

Untuk 2012, lanjut dia, mungkin bisa dan akan stabil di atas level 4.000. Sebab, jika melihat pertumbuhan laba bersih emiten-emiten yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) belum setinggi PE 14 kali. “Misalnya, kinerja perbankan 2011 biasa saja,” tutur Teguh.

Kondisi ini, berbeda dengan 2010, di mana kinerja perbankan bisa naik hingga 50% bahkan 100%. Karena itu, saat indeks bertenger di level 4.100 dan nyaris 4.200, indeks diperkirakan dalam waktu tidak lama bakal jatuh. “Dan, ternyata jatuh!” kata Teguh singkat.

Tapi, lanjut Teguh, awal tahun 2011, memang para analis memproyeksikan IHSG di level 4.500 hingga akhir 2011, karena optimisme pada laba berseih perbankan domestik yang fantastic dibandingkan bank-bank global. “Tapi, proyeksi itu ternyata meleset di 2011. Tidak seperti 2010,” tandasnya.

Karena itu, dalam kondisi normal, PE rata-rata emiten di level 10 kali. Level 12 kali agak mahal, dan 14 kali sudah mahal. Karena itu, bagi investor fundamentalis, yang berpatokan pada kinerja keuangna emiten, sudah langsung keluar dari bursa saham IHSG bertenger di level 4.000.

Mereka, lebih memilih untuk menunggu harga kembali murah dan mulai masuk kembali saat IHSG di level Rp3.700. Tapi, setelah mempertimbangkan krisis Eropa mereka juga langsung keluar kembali sambil menunggu situasi normal. “Tapi, bagi investor teknikal, beda lagi,” imbuhnya.

Dalam situasi ini, dia merekomendasikan positif saham-saham yang memiliki Return on Equity (RoE) di atas 20%. Memang dia mengakui, saat IHSG jatuh, saham-saham yang berfundamental positif dengan RoE di atas 20% terutama di sektor batu bara dan plantation, kejatuhannya juga tajam.

Hanya saja, dia menegaskan, saat IHSG rebound seperti sekarang, saham-saham ini juga yang naiknya lebih tinggi dibandingkan saham-saham yang lain. Dia mencontohkan saham SGRO yang naik hingga 10% saat saham lain di sektornya hanya naik 3-5%. “Secara fundamental, saham ini sangat bagus dibandingkan emiten sawit lainnya. Pemain saham jangka pendek bisa meraih keuntungan dari kenaikan ini,” ungkap dia.

Dia menyarankan agar investor memperhatikan saham-saham yang bagus secara fundamental dan menunggu saat penurunan IHSG terjadi secara maksimal. “Tapi, saat mendapatkan capital gain hingga 10%, lebih baik keluar lagi. Sebab, kemungkinan harganya akan kembali turun,” papar Tegus.

Saham-saham pilihannya dengan dengan RoE di atas 20% adalah PT Sampoerna Agro (SGRO), PT Tunas Baru Lampung (TBLA), PT Indo Tambang Raya (ITMG), PT Bank Mandiri (BMRI) dan PT Charoen Pokphand Indonesia (CPIN).

Lalu, PT Astra Internasional (ASII) juga masuk kategori ini dengan RoE 26%. Tapi, dalam situasi IHSG yang fluktuatif saat ini, laju saham ini sangat ditentukan oleh asing, sehingga fluktuasinya sangat tajam, bisa naik 10% dan turun 10%. “Jadi akan bahaya jika masuknya telat. Bagi investor yang terbiasa main cepat, silahkan masuk ASII,” tandas Teguh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar