Rabu, 28 September 2011

Pengusaha muulai waspadai pelemahan rupiah

Pengusaha muulai waspadai pelemahan rupiah
JAKARTA. Para pengusaha mulai mewaspadai pergerakan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) belakangan ini. Pasalnya, bila mata uang rupiah terus melemah, tidak mustahil mereka harus melakukan penyesuaian, termasuk menaikkan harga untuk produk-produk yang kandungan impornya tinggi.

Jusak Kertowidjojo, Presiden Direktur PT Indomobil Sukses Internasional menuturkan, hingga saat ini, tingkat penurunan nilai mata uang rupiah tersebut masih wajar. "Rupiah hingga Rp 9.000 per dollar juga terjadi tahun 2010. Jadi tidak akan berdampak bagi beban biaya karena impor," tuturnya.

Tapi, ceritanya bakal berbeda jika rupiah terus longsor dalam. Vice President Director National Sales and Promotion PT Nissan Motor Indonesia (NMI) Teddy Irawan mengatakan, harga jual produk impor utuh (CBU) akan naik bila rupiah melemah dalam jangka panjang. Namun Teddy tidak mau menyebut hingga nilai kurs berapa NMI akan mengambil keputusan untuk menaikkan harga.

Hal senada juga dikemukakan Direktur Keuangan Kalbe Farma Widjongtius. Menurut Vidjongtius, hingga kini pelemahan rupiah tersebut belum berpengaruh terhadap harga jual obat. Apalagi, "Pabrikan obat sudah impor bahan baku tiga empat bulan lalu, jadi beban produksi tidak terpengaruh," jelasnya.

Namun demikian, jikalau rupiah melemah lebih dari 4 bulan, mengerek harga obat adalah salah satu opsi. Maklum, 90% bahan baku obat berasal dari luar negeri.

"Kalau terjadi sekarang, perusahaan obat akan mengevaluasi harga obat pada akhir 2011," tuturnya. Opsi lainnya adalah efisiensi bahan baku dan tenaga kerja juga pemangkasan margin laba. Opsi ini diambil jika daya beli konsumen rendah sedangkan daya saing tinggi.

Mata uang rupiah memang melemah belakangan. Menurut Bloomberg, kurs rupiah yang 1 Agustus lalu mencapai Rp 8.464 per dollar AS, awal minggu ini merosot hingga Rp 9.125 per dollar AS.

Toh industri tekstil dan produk tekstil (TPT) justru menyambut baik pelemahan rupiah tersebut. Soalnya, menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudajat, walaupun Indonesia harus mengimpor bahan baku, namun hasil produksi tekstil diekspor lagi sehingga tetap menguntungkan. Apalagi harga kapas tengah menurun, dari US$ 3,3 per kg di Maret lalu, sekarang menjadi US$ 2,8 per kg.

Menurut Ade, pelemahan rupiah justru bisa mengerem banjir impor garmen yang selama ini mengakibatkan pangsa pasar garmen lokal hanya 40%. "Jika dollar AS terus menguat, pangsa pasar akan berbalik, garmen lokal bisa menguasai 60%," ujarnya.

Sementara para pedagang elektronik berusaha menyiasati fluktuasi rupiah belakangan ini dengan manajemen stok. "Dengan membeli barang sewaktu nilai jual dollar turun. Begitu dollar naik barang dijual sehingga untung," kata Nandang Sudrajat, Marketing CIC Computer di Mangga Dua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar