Senin, 30 Januari 2012

Bursa Saham dan Rupiah Berkorelasi Negatif

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah pada kontrak harga emas di London, Senin (30/1) diprediksi melemah tipis. Rilis data manufaktur China jadi pemicunya.

Analis senior Monex Investindo Futures Albertus Christian mengatakan, potensi pelemahan tipis rupiah awal pekan ini salah satunya dipicu spekulasi pasar atas laporan PMI Manufacturing Index China, pada Rabu (1/2). Angkanya, sudah diperkirakan merosot kembali.

Pasalnya, dalam 3 bulan berturut-turut pun (Oktober, November, dan Desember), trennya turun terus. Pada Februari ini, China melaporkan angka manufaktur untuk Januari 2012 yang angkanya juga bisa terus merosot lagi untuk dua bulan berikutnya dari angka terakhir 50,3.

"Tapi, pelemahan rupiah bersifat terbatas pada kisaran 9.040 per dolar AS. Untuk kembali menguat, level bawahnya, butuh penembusan di bawah 8.885. "Tapi, target penguatan rupiah pekan ini, seharusnya selama bertahan di bawah 8.908 rupiah bisa kembali menguat ke level 8.800," katanya kepada INILAH.COM.

Secara fundamental, tipisnya pelemahan rupiah karena mata uang RI ini mendapat dukungan dari peluang China untuk menurunkan suku bunga acuannya seiring negatifnya data manufaktur itu. "Spekulasi atas China untuk menurunkan suku bunga acuannya, seharusnya memperlemah dolar AS," ujarnya.

Pasalnya, China memiliki devisa US dollar terbesar setelah AS sehingga memperkuat harga komoditas, minyak, emas dan batu bara dan membantu penguatan rupiah.

Christian menjelaskan, pemangkasan suku bunga lanjut dari Bank Sentral China (PBoC) bertujuan untuk mencegah hard landing atau perlambatan ekonomi yang lebih tajam. "Setelah itu, dalam sepekan ke depan, rupiah akan flat seiring prospek pelemahan bursa saham regional pekan ini," imbuhnya.

Dalam situasi normal, lanjut dia, jika bursa regional melemah, hraga komoditas juga turun dan rupiah pun seharusnya melemah. "Tapi, pelemahan bursa saham regional saat ini berkorelasi negatif dengan pergerakan rupiah. Karena itu, koreksi bursa regional justru jadi topangan penguatan harga komoditas maupun rupiah," ucapnya.

Korelasi negatif itu, dipicu oleh terjadinya arus modal masuk (capital inflow) karena Indonesia dinilai pasar relatif aman untuk investasi.

Selain manufatktur China yang diprediksi negatif, pasar juga akan mencermati imbas negatifnya pada Jepang, Korea dan Singapura. "Ketiga negara ini juga akan merilis data factory output-nya pada pekan ini," ucap Christian. "Factory Output, di Jepang, Korea dan Singapura akan terpengaruh negatif."

Hanya saja, untuk India masih cukup kebal dari goncangan sehingga berkorelasi negatif dengan bursa regional. "Ini juga yang faktor terbatasnya pelemahan rupiah," paparnya.

Selain itu, imbuh dia, pasar juga akan melihat laporan pendapatan korporasi di Asia yang pekan ini akan dirilis mulai dari Panasonic, Sonny di Jepang dan LG Electoronic di Korea. Kinerja keuangan ini seharusnya memberikan sentimen positif terutama untuk bisnis televisi. "Untuk jangka panjang, pemangkasan suku bunga China masih bisa menguatkan rupiah," imbuhnya.

Asal tahu saja, kurs rupiah pada kontrak harga emas di London, Jumat (27/1) ditutup melemah 20 poin (0,22%) ke level 8.971/8.981 per dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar