Senin, 06 Februari 2012

2012, harga logam jadi tantangan

JAKARTA. Tren harga logam mulai membaik pada awal tahun ini. Pada akhir tahun 2011 harga logam seperti emas, nikel dan timah sempat jatuh akibat sentimen negatif krisis utang di kawasan Eropa. Ini menjadi angin segar bagi emiten di sektor logam untuk mengeruk keuntungan dari kenaikan harga komoditas jualan mereka.

Harga kontrak emas di Bursa Comex untuk pengiriman April 2012 pada Jumat (3/2) mislanya, diperdagangkan pada US$ 1.740 per ons troi. Sedang, pada perdagangan Kamis (29/12) harga emas berada di level US$ 1.543 per troi ons. Ini berarti harga emas telah naik 12,76% sejak awal tahun.

Kenaikan harga nikel lebih tinggi lagi. Harga kontrak nikel pada perdagangan Jumat (3/2) untuk pengiriman tiga bulan sebesar US$ 21.305 per ton di Bursa London Metal Exchange (LME). Jika dibanding harga nikel pada akhir tahun lalu (30/12) seharga US$ 18.170 per ton, kenaikannya mencapai 17,25%.

Teddy Dwitama, analis OSK Nusadana Securities, menilai, bisnis pertambangan logam memang banyak dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas. "Jika kenaikan harga ini bisa stabil, tentu akan sangat membantu pendapatan dan pergerakan harga saham emiten," ujar Teddy, Jumat (3/2).

Selain harga jual, pendapatan para emiten di sektor logam ini juga tak lepas dari volume produksi komoditas per tahun yang bisa mereka hasilkan. "Permintaan pasar pun menjadi faktor penentu harga komoditas," katanya.

Ekspektasi harga logam yang meningkat ini membuat para emiten di sektor logam ini merencanakan sejumlah ekspansi usaha. Ambil contoh PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Tahun ini, INCO mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure atau capex sebesar US$ 232 juta. Antara lain, INCO akan mengalokasikan capex ini untuk mendanai pengembangan proyek kilang pengolahan nikel di Bahodopi, Sulawesi Selatan. Kilang ini akan menghasilkan bijih nikel murni dengan kapasitas 35.000 ton per tahun.

Selain itu, mulai beroperasinya pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Karebbe di Sulawesi Selatan akan menghemat biaya energi sehingga margin keuntungan akan tetap terjaga.

Sedang, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengincar kenaikan produksi emas tahun ini hingga 3,3 ton emas. Angka ini lebih tinggi daripada target produksi tahun 2011 sebanyak 3 ton. Hingga kuartal III-2011, Antam sudah memproduksi emas sebanyak 2 ton.

Selain emas, produksi komoditas utama Antam yakni feronikel pun juga akan digenjot. Antam sedang gencar mencari dana untuk proyek Feronikel Halmahera Timur (FeNi Haltim), Maluku Utara senilai US$ 1,6 miliar.

Ancaman Eropa
Namun, Teddy pesimistis kenaikan harga logam pada awal tahun ini akan bertahan lama. Mengingat permasalahan krisis utang Eropa tampaknya belum akan tuntas.

Lucky Ariesandi, analis Kim Eng Securities, mencontohkan harta timah akan rawan koreksi tahun ini. Meski, sejak akhir tahun lalu harga timah di bursa LME hingga Jumat (3/2) telah menanjak 25,39%.

Ada potensi pasokan timah akan kembali melimpah karena pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Sehingga, Lucky dalam risetnya menurunkan estimasi harga rata-rata timah tahun 2012 dari US$ 25.000 menjadi US$ 23.000 per ton.

Meski begitu, PT Timah Tbk (TINS) tahun ini mengestimasi akan menjual 40.000 ton timah. Namun, Lucky memperkirakan TINS hanya akan mampu menjual 37.000 ton timah pada tahun 2012.

Malah, analis JP Morgan, Stevanus Juanda dalam risetnya memangkas perkiraan laba bersih INCO di 2012 menjadi US$ 197 juta akibat kekhawatiran pelemahan harga nikel. Sebelumnya, Stevanus menargetkan laba bersih INCO di 2012 sebesar US$ 376 juta.

Stevanus memprediksi harga nikel akan bergerak turun dari rata-rata US$ 20.000/ton menjadi US$ 18.750 per ton di kuartal keempat tahun ini.
Berikut analisa beserta proyeksi para analis terhadap tiga emiten di sektor logam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar