Senin, 06 Februari 2012

GDP Melandai, Rupiah Bisa Kembali Lewati 9.000

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Senin (6/2) diprediksi melemah. Pemicunya, ekspektasi GDP RI yang melandai dan tren pemangkasan suku bunga di Asia.

Analis senior Monex Investindo Futures Albertus Christian mengatakan, potensi pelemahan rupiah awal pekan ini salah satunya dipicu oleh fokus pasar yang masih tertuju pada rapat berbagai bank sentral di Asia untuk menentukan tingkat suku bunga acuannya.

Menurutnya, pekan ini Bank Sentral Australia (RBA), Korea dan Bank Indonesia mengagendakan rapat untuk menentukan tingkat suku bunga yang baru. Semuanya dieskpektasikan bakal dipangkas. "Karena itu, rupiah akan coba melemah hingga di atas 9.000 per dolar AS dengan resitance terdekat di level 9.010," katanya kepada INILAH.COM.

Menurut Christian, jika level tersebut ditembus, rupiah berpeluang melemah ke level 9.050. Sementara itu level tahanan support rupiah terbatas di level 8.950 per dolar AS. "Ekspektasi pemangkasan suku bunga dipicu oleh masih adanya kecemasan krisis Eropa yang mematikan," ujarnya.

Memang, lanjut dia, untuk BI rate, diperkirakan tidak akan berubah di level 6%. Hanya saja, untuk 2012, diperkiakan masih akan ada lagi pemangkasan terhadap suku bunga acuan Bank Indonesia itu. "Apalagi, Gross Domestic Product (GDP) yang akan dirilis Senin ini sudah mulai melandai di bawah ekspektasi," paparnya.

Jika itu yang terjadi, Christian menegaskan, bisa saja BI memangkas suku bunga acuannya secara tiba-tiba. "Sekarang tinggal melihat apakah GDP dirilis sesuai ekspektasi atau di bawah ekspektasi," imbuhnya. "Jika GDP di bawah 6,3%, BI rata bakal dipangkas lagi bulan ini."

Di sisi lain, melandainya rupiah juga karena pasar menanti beberapa laporan korporasi Jepang terutama untuk produsen otomotif. "Data ini, nantinya bisa mempercepat intervensi mata uang yen Jepang sehingga memperkuat dolar AS lebih lanjut terhadap rupiah," timpal Christian.

Dia menjelaskan, jika korporasi Jepang semakin banyak menunjukkan terimbas negatif akibat pengaruh resesi terhadap mata uang yen, akan mempercepat intervensi terhadap mata uang tersebut. "Intervensi ini, biasanya dilakukan secara langsung dengan membeli dolar AS," imbuhnya.

Pelemahan rupiah juga dipicu oleh sentimen dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang awal pekan ini akan melaporkan GDP. Berdasarkan konsensus yang dikumpulkan oleh Reuters, pertumbuhan Indonesia pada kuartal IV-2011 di level 6,39% dari kuartal sebelumnya 6,5%. "Kemungkinan, tren pertumbuhan GDP akan sedikit menurun, tapi penurunan ini tidak terlampau tajam," timpalnya.

Meski begitu, secara keseluruhan, menurut Christian, Indonesia masih top performing market di 2012. Hanya saja, untuk jangka pendek masih mendukung pelemahan rupiah. "Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 juga diekspektasikan menurun," ucap dia.

Namun demikian, dia menyarankan, investor juga harus mengantisipasi pertemuan Eropa dengan China awal pekan ini. Kedua pemimpin negara, Kanselir Jerman Angela Merkel dengan Perdana Menteri China sebelumnya sudah menyatakan akan ikut membantu pendanaan European Stability Mechanism (ESM) dan European Financial Stability Facility (EFSF). "Jika positif, bisa mengubah arah rupiah dari melemah ke penguatan," imbuh dia.

Asal tahu saja, kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Jumat (3/2) ditutup melemah 29 poin (0,32%) ke level 8.979/8.989 per dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar