Kamis, 27 Oktober 2011

Apapun Kondisi Eropa, IHSG Akan 'Mixed to Higher'

Medium
INILAH.COM, Jakarta - Berbagai kemajuan atas pembicaraan krisis utang Eropa terus dilaporkan. Meski belum ada kepastian yang melegakan pasar, IHSG dipastikan akan bergerak mixed hingga menguat.

Demikian ujar Aditya Setyawibawa, analis dari Soegi Capital kepada INILAH.COM. Menurutnya, saat ini, pasar mengantisipasi dua kemungkinan. Pertama adalah sisi optimisme. Bila Uni Eropa menyetujui dana penanggulangan krisis di atas 400 miliar euro, maka sentimen positif jangka pendek akan dominan di pasar finansial.

Sejumlah bank sentral yang sedang bersiap menurunkan suku bunga seperti RBA (Australia), PBOC (China) akan segera memangkas suku bunga lagi. Ini berarti, likuiditas akan melimpah di pasar finansial dan bursa saham kembali melanjutkan kenaikan.

“IHSG juga kembali melanjutkan apresiasi , karena didukung juga oleh pertumbuhan laba korporasi yang naik di kuartal tiga 2011,” katanya.

Sedangkan jika dana yang disepakati kurang dari 400 miliar euro, maka sentimen negatif akan berlangsung cukup panjang. Pasalnya, program rekapitalisasi perbankan Eropa kemungkinan akan dilakukan langsung oleh bank-bank, dengan menjual aset bank ke investor atau bank non Eropa.

Program penjualan obligasi Euro dengan denominasi dolar AS juga akan diimplementasikan, sehingga dolar akan menguat, tanpa The Fed repot menaikkan suku bunga dolar. “Namun, dampaknya ke IHSG masih mixed, karena kuatnya pasar domestik Indonesia membuat laba korporasi masih tumbuh , sehingga penurunan harga saham masih bisa terbatas,” paparnya.

Seperti diketahui, para pemimpin Eropa mengumumkan, sektor swasta pemegang utang pemerintah Yunani akan menerima penurunan nilai (write down) 50% atas kepemilikan mereka. Haircut sebesar 50% menjadi kesepakatan sukarela dengan kreditor swasta. Hal ini merupakan bagian dari rencana, di mana Yunani akan mengurangi utang publik menjadi 120% dari produk domestik bruto pada 2020.

Writedown merupakan bagian dari langkah lebih luas terhadap indikasi bahwa Eropa bermaksud mengatasi krisis utang negara. "Dalam mengambil keputusan, kita meletakkan dasar untuk masa depan. Semua anggota KTT euro bertekad mengikuti jalan ini, "kata Ketua Dewan Eropa Herman Van Rompuy.

Kekuatan tembakan Fasilitas Stabilitas Keuangan Eropa pun diperkirakan akan meningkat sebanyak lima kali lipat. Itu berarti dana tersebut bisa dimanfaatkan sekitar 1 triliun euro (US$ 1,4 triliun). Meningkatnya EFSF dapat digunakan untuk menaikkan kredit bagi obligasi atau menyiapkan langkah khusus untuk membiayai operasi, atau keduanya.

Penguatan dana talangan sangat penting untuk memastikan bahwa krisis utang tidak menelan Spanyol dan Italia. Van Rompuy mengatakan bahwa peningkatan EFSF harus menyediakan tembakan yang memadai terhadap risiko menular.

Sebelumnya, para pemimpin Uni Eropa sepakat merencanakan rekapitalisasi bank guna mengembalikan kepercayaan investor. Pertemuan tersebut diharapkan dapat mengurangi frustasi terhadap krisis keuangan dua tahun terakhir ini di Uni Eropa, yang mulai menganggu Itali dan Perancis, serta menghambat pertumbuhan ekonomi dunia.

Presiden Perancis dan Kanselir Jerman akan melakukan pertemuan dengan para kreditor Yunani untuk mencari solusi dari kebuntuanpembicaraan mengenai utang Yunani. Bahkan Presiden Perancis berencana akan menelpon Presiden Cina Hu Jintao meminta partisipasi Cina untuk dana stabilisasi Uni Eropa. Bagaimanapun, penyelesaian krisis di Uni Eropa masih jauh dari solusi jangka panjang karena keterbatasan kemampuan fiskal (anggaran) dari masing-masing negara.

Terkait hal ini, Aditya menuturkan, pelaku pasar harus berhati-hati dan menunggu kepastian dari pertemuan Uni Eropa. Terutama karena dana penanggulangan krisis yang hitungan awalnya hanya sebesar 268 -400 miliar euro, kini telah membengkak ke level triliunan, “Ini yang membuat euphoria investor mulai mengendur,” ujarnya.

Analis dari BNI Securities Ahmad Nurcahyadi mengamini, bahwa ada beberapa faktor yang bisa menahan penurunan harga saham yang lebih dalam. Salah satunya adalah konsumsi domestik yang relatif masih kuat, sehingga GDP Indonesia masih bisa tinggi.

Selain permintaan China dan India yang masih membuat pasar ekspor Indonesia tumbuh. “Kondisi ini yang membuat pasar saham Indonesia masih bisa bertahan di tengah fluktuasi harga saham akibat sentimen eksternal,”ujarnya. [ast]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar