Kamis, 27 Oktober 2011

Pilih Saham Sensitif Suku Bunga, Inflasi & Minyak

INILAH.COM, Jakarta- Penguatan indeks siang ini akan berlanjut hingga penutupan. Saham sensitif inflasi dan suku bunga, serta terpengaruh positif kenaikan harga minyak bisa menjadi pilihan.

Pada sesi pertama perdagangan Kamis (27/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 53,27 poin (1,42%) ke level 3.791,879. Begitu juga indeks saham unggulan LQ45 yang naik 10,11 poin (1,52%) ke angka 676,607.

Laju indeks siang ini cukup ramai, didukung oleh volume transaksi yang tercatat mencapai 2,312 miliar lembar saham di pasar reguler dan total mencapai 4,871 miliar. Sementara itu, nilai transaksi mencapai Rp2,409 triliun di pasar reguler dan total Rp3,752 triliun dan frekuensi 86.890 kali. Sebanyak 189 saham menguat, sedangkan 31 saham melemah dan 64 saham stagnan.

Penguatan indeks, juga diwarnai aksi beli asing yang mencatatkan transaksi nilai beli bersih (net foreign buy) sebesar Rp505,3 miliar. Rinciannya, transaksi beli mencapai Rp1,577 triliun sedangkan transaksi jual sebesar Rp1,072 triliun.

Semua sektor saham kompak mendukung penguatan indeks. Saham-saham sektor perkebunan memimpin kenaikan 2,83%, disusul pertambangan 1,95%, infrastruktur 1,68%, keuangan 1,59%, industri dasar 1,50%, manufaktur 1,05%, konsumsi 1%, aneka industri 0,77%, properti 0,98% dan perdagangan 0,73%.

Analis Sekuritas Ekokapital Cece Ridwanullah memperkirakan, indeks saham domestik akan menguat hingga penutupan sore nanti. “Indeks mengarah ke level resistance 3.800 dan 3.702 sebagai level support-nya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Kamis (27/10).

Menurutnya, penguatan indeks hari ini dipicu oleh positifnya pergerakan bursa regional Asia dan AS semalam. Investor optimistis atas hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Eropa semalam meskipun belum ada rinciannya. Tapi, menurutnya, kabar terakhir, China juga akan ambil bagian dalam pendanaan The European Financial Stability Facility (EFSF).

Di sisi lain, lanjut Cece, Uni Eropa juga sepakat untuk menambah kapasitas dana EFSF beberapa kali lipat dari level saat ini 440 miliar euro menjadi 1 triliun euro. “Sementara itu, data-data yang dirilis di AS juga positif seperti penjualan rumah dan durable goods,” ujarnya.

Dari dalam negeri, lanjutnya, investor melihat bahwa, inflasi Oktober ini akan rendah bahkan berpeluang terjadi deflasi. “Karena itu, pasar harus mencermati saham-saham properti dan perbankan yang laporan keuangannya juga akan dirilis akhir pekan ini,” ucap Cece.

Secara historis, Cece mengatakan, saham-saham yang berhubungan dengan suku bunga selalu terpengaruh positif. Sebab, dengan rendahnya inflasi, suku bunga juga akan rendah. “Meskipun, BI rate berpeluang dipertahankan di level 6,5% oleh Bank Indonesia. Tapi, secara sentiment, cukup positif bagi saham-saham yang berhubungan dengan suku bunga,” paparnya.

Di sisi lain, ia menambahkan, indeks juga mendapat dukungan dari kokohnya harga minyak di atas US$90 per barel. “Meski sekarang berada di level US$91-an per barel dibandingkan kemarin di atas US$93 per barel, harga minyak masih tetap kuat di atas US$90 per barel,” ujarnya.

Di atas semua itu, ia merekomendasikan positif saham-saham yang sensitif inflasi dan suku bunga serta terpengaruh positif oleh kenaikan harga minyak di sektor perbankan, otomotif, dan saham-saham di sektor batubara.

Saham-saham pilihannya adalah PT Bank Mandiri (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan PT Bank Negara Indoensia (BBNI). Lalu, PT Astra Internasional (ASII).

PT Borneo Lumbung Energi (BORN), PT Bukit Asam (PTBA), PT Indo Tambang Raya (ITMG) dan PT Adaro Energy (ADRO) dan PT Bumi Resources (BUMI). “Saya rekomendasikan buy on weakness saham-saham tersebut sambil menunggu bagaimana respon bursa Eropa pada pukul 14.00 WIB siang ini atas hasil KKT Uni Eropa semalam,” ujarnya. [ast]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar