Kamis, 20 Oktober 2011

Regulator akan batasi pelaku repo efek

JAKARTA. Aturan main repurchase agreement (repo) akan lebih jelas. Para regulator di sektor keuangan kini menggodok aturan yang memperketat mekanisme transaksi repo di pasar dalam negeri. Satu yang akan diatur adalah persyaratan pihak yang boleh memberikan jasa repo.

Pengaturan ini bertujuan agar praktek gadai saham di pasar keuangan bisa lebih tertib. Aturan ini juga bisa menjadi landasan hukum bagi para pelaku repo, apabila terjadi sengketa.

Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Bursa Efek Indonesia (BEI) Uriep Budhi Prasetyo menuturkan, pengaturan siapa saja yang boleh melakukan transaksi repo, termasuk poin yang akan dimuat dalam beleid baru nanti. "Itu bisa saja termasuk salah satu yang diatur," kata dia, kemarin.

Asal tahu saja, saat ini pengaturan tentang siapa yang diizinkan bertransaksi repo sangat longgar. Kasus terakhir yakni skandal investasi Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) memperlihatkan betapa mudahnya melakukan transaksi gadai saham.

Askrindo tercatat melakukan gadai saham melalui Batavia Prosperindo Financial Services, yang akhirnya berbuntut masalah. Kendati Batavia bergerak di sektor pasar modal, nyatanya perusahaan ini hanya mengantongi izin usaha dari Kementerian Hukum dan HAM.

Sejatinya, regulator sektor keuangan yakni Bank Indonesia (BI), Bapepam-LK, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, dan Self Regulatory Organization di pasar modal, sudah lama menggodok aturan standar repo.

Para stakeholder berniat menelurkan General Master Repurchase Agreement (GMRA) yang akan menjadi standar transaksi repo sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Namun, pembahasannya ternyata cukup alot sehingga sampai detik ini GMRA tak kunjung diselesaikan.

Pajak repo
GMRA ini juga akan mengatur perbandingan dana pinjaman. Ada pula aturan tentang batas waktu untuk melakukan repo kembali.

Masalah pajak repo juga akan dirumuskan. Tim perumus GMRA berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk memperjelas, apakah selisih keuntungan dari transaksi repo dianggap sebagai pajak sewa atau bunga.

Hoesen, Direktur Utama Kliring Penjaminan Efek Indonesia yang juga anggota tim perumus GMRA, menuturkan, aturan standar repo akan menjadi acuan bagi pelaku repo baik yang menggadaikan maupun menerima gadai. Terutama, jika terjadi dispute.

Repo merupakan transaksi penjualan instrumen efek antara kedua belah pihak dengan perjanjian pembelian kembali di waktu dan harga tertentu. Repo kadangkala dilakukan tidak hanya oleh dua pihak, tetapi oleh beberapa pihak secara berantai. Transaksi yang panjang ini yang kerap menimbulkan masalah, utamanya ketika harga efek yang menjadi objek repo turun.

Pengelola BEI mengaku telah mengawasi praktek repo yang ada saat ini dengan mewajibkan para pelaku transaksi repo untuk menyetor laporan tiap hari. "Setiap hari kami lihat saldo collateral, kalau turun kami panggil brokernya," ujar Urip.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar