Jumat, 23 September 2011

Harga Emas, Minyak Ikut Merosot Karena Kekhawatiran Resesi

New York/London - Memuncaknya kekhawatiran terjadinya resesi global selain menjatuhkan pasar saham juga menjatuhkan harga-harga komoditas. Harga emas yang selama ini dinilai 'tahan banting' ikut merosot, demikian pula harga minyak mentah.

Pada perdagangan Kamis (22/9/2011), harga minyak West Texas Intermediate pengiriman November merosot hingga US$ 5,22 (6,3%) menjadi US$ 80,70 per barel. Minyak Brent pengiriman November juga merosot US$ 4,87 menjadi US$ 105,49 per barel.

Harga emas yang selama ini dianggap sebagai tempat investasi paling aman juga tak luput dari kemerosotan. Harga emas di pasar spot ambles lebih dari 3% menjadi US$ 1.721 per ounce, atau merupakan harga terendah dalam 1 bulan.

Kejatuhan harga-harga emas ini merupakan imbas dari menguatnya dolar AS terhadap mayoritas mata uang global. Gejolak harga emas pun kini semakin memperuncing perdebatan tentang keamanan investasi emas.

"Emas tidak pernah menjadi 'safe haven'. Ketika sesuatu dapat bergerak 3 atau 5 atau 6 persen selama 2 hari berturut-turut, itu bukanlah safe haven. Safe haven mestinya diam dan stabil, tidak bergejolak," ujar Dennis Gartman, seorang investor independen dari Virginia seperti dikutip dari Reuters, Jumat (23/9/2011).

Kejatuhan harga komoditas ini mengikuti kejatuhan di pasar saham global, tak terkecuali di Wall Street. Pada perdagangan Kamis (22/9/2011), indeks Dow Jones industrial average ditutup merosot 391,01 poin (3,51%) ke level 10.733,83. Indeks Standard & Poor's 500 juga melemah 37,20 poin (3,19%) ke level 1.129,56 dan Nasdaq merosot 82,52 poin (3,25%) ke level 2.455,67.

Hal itu terjadi setelah Bank Sentral AS mengatakan perekonomian AS menghadapi risiko penurunan yang signifikan sehingga memicu kekhawatiran investor tentang terjadinya resesi global. Sementara kebijakan 'Operation Twist' the Fed dengan membeli surat utang jangka panjang senilai US$ 400 dinilai tidak akan optimal.

Data ekonomi yang negatif dari China turut memperburuk sentimen. China merilis data yang menunjukkan salah satu sektor paling booming, manufaktur mengalami kontraksi.

Namun sentimen tersebut justru membuat dolar AS menguat ke titik tertingginya selama 7 bulan terakhir terhadap mayoritas mata uang global. Euro merosot terhadap dolar AS ke titik terendahnya sejak Januari di US$ 1,3384.

"Kekhawatiran seputar pertumbuhan global hari ini lebih menonjol ketimbang krisis utang dan itu tidak disebabkan karena risiko krisis kredit sovereign sudah berkurang, tapi karena kekhawatiran pertumbuhan global secara jelas telah meningkat," ujar Patrick Moonen, analis dari ING Investment Management.

(qom/qom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar