Jumat, 23 September 2011

Intervensi Diyakini Ajak Rupiah Menguat

Headline
INILAH.COM, Jakarta- Intervensi Bank Indonesia (BI) terhadap rupiah, telah membawa mata uang RI ini menguat perlahan. Apakah apresiasi rupiah akan bertahan hingga sore nanti?

Pada perdagangan Jumat (23/9), data Bloomberg pukul 11.00 WIB menunjukkan, rupiah ditransaksikan di level 8.949, atau menguat 74 poin dari penutupan kemarin di level 9.023 per dolar AS. Sementara di pasar spot antar bank, rupiah sudah berada di kisaran 8.600 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di 8.750.

Apresiasi rupiah diyakini akibat intervensi BI. Hari ini saja, bank sentral tersebut dikabarkan sudah mengeluarkan sekitar US$ 30 juta untuk membeli rupiah, sehingga ketersediaan dolar di pasar tetap dalam jumlah banyak. Sementara kemarin, BI mengintervensi pasar valas dengan membeli SBN (Surat Berharga Negara) dalam jumlah besar.

Helmi Therik, pengamat pasar modal dari AAA Securities mengatakan, investor saat ini masih menghindari pasar saham dan obligasi. Mereka terus melakukan deleveraging, dipicu memburuknya perbankan Eropa yang telah menyebabkan interbank distrust, “Hal ini terlihat dari makin mengeringnya likuiditas di pasar uang antar bank, dengan benchmark LIBOR terus meningkat,”katanya kepada INILAH.COM.

Ia menuturkan, di Eropa, ada peningkatan resiko kredit default dan risiko likuiditas yang memicu investor terus melakukan deleveraging, dengan mengurangi porsi aset finansial yang terus turun. “Hal ini dilakukan karena 'mark to market' akan menyebabkan loss besar-besaran di perbankan Eropa,” ujarnya.

Sementara investor yang berharap ada gelontoran likuiditas dari program QE jilid tiga The Fed harus menelan kekecewaan, karena The Fed hanya melakukan swap obligasi dari jangka pendek ke panjang, sehingga praktis tidak ada likuiditas baru terserap di pasar keuangan. “Adapun kebijakan fiskal dengan rancangan Job Creation Obama masih terhambat di kongres,” ucapnya.

Namun, Helmi menilai, yang terjadi saat ini pasar emerging market Asia dan Indonesia adalah risk aversion, sehingga hanya berlangsung sementara. Selain itu, ada dukungan dari fundamental Indonesia masih bagus, dengan inflasi rendah. “Resiko likuiditas juga masih minim di Indonesia karena perbankan masih memiliki likuiditas cukup dengan LDR rata 70% dan DPK tumbuh > 20%,” paparnya.

Senada dengan Lana Soelistianingsih dari Samuel Sekuritas. Menurutnya, terkoreksinya pasar global semalam, akan membawa imbas negatif ke pasar Asia. Namun, pasar Indonesia sudah mengalami oversold yang berpotensi memikat kembali investor masuk ke pasar.

Adapun pergerakan rupiah hari ini masih digawangi ketat oleh BI. “Dengan aktifnya BI di pasar, rupiah akan terjaga di kisaran Rp9.000 hingga Rp9.250 per dolar AS,” ujarnya. [ast]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar