Jumat, 23 September 2011

Otoritas akan melakukan suspend kalau terjadi panic selling

Otoritas akan melakukan suspend kalau terjadi panic selling
JAKARTA. Otoritas bursa akan melakukan suspensi jika pada perdagangan hari ini terjadi panic selling yang menyebabkan indeks terjerembap hingga 10%. Langkah itu dilakukan dalam rangka penenangan pasar (cooling down).

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan, pemberhentian saham (suspensi) sementara merupakan kebijakan otoritas bursa. Kebijakan itu akan dilakukan jika indeks harga saham gabungan (IHSG) turun 10% dan terjadi penjualan saham serentak akibat kepanikan investor.

"Jika terjadi (panic selling dan indeks turun 10%) kami akan hentikan perdagangan, bisa 30 menit, kami akan lihat lagi kondisinya," ujarnya, Kamis (22/9).

Namun, Eddy mengingatkan, penghentian itu tidak semata-mata karena terjadi panic selling atau IHSG yang anjlok di level tertentu. Otoritas juga akan melihat kondisi pasar di tingkat global dan pengaruhnya ke dalam negeri.

Pada perdagangan kemarin, kata Eddy belum bisa dikategorikan sebagai panic selling atau penjualan saham secara bersamaan dalam jumlah yang besar yang menyebabkan level indeks jatuh lebih dalam. Eddy mencatat volume penjualan bersih (di luar crossing) nilainya sekitar Rp 7 triliun. Jika dibandingkan dengan 2008, angka itu masih lebih rendah. Otoritas pernah melakukan suspensi pada 2008, ketika itu penjualan saham mencapai Rp 10 triliun.

Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nurhaida mengatakan, pihaknya sudah memerintahkan kepada otoritas bursa agar melakukan pengawasan secara serius. Ia menjelaskan, ada beberapa kategori kondisi pasar, yaitu normal, waspada, pra krisis, dan krisis.

Sayang, Nurhaida enggan menyebutkan kriteria-kriteria dari masing-masing tingkatan.
"Khawatir terjadi moral hazard, ada oknum-oknum tertentu yang sengaja membuat market turun karena tahu kami akan berbuat apa," paparnya.

Namun, ia menjelaskan sejumlah indikatornya. Indikator-indikator itu antara lain bobot penurunan indeks, menyusutnya kapitalisasi pasar ke tingkat tertentu, serta turunnya volume transaksi. Pihaknya juga akan memperhatikan kondisi makro lainnya termasuk yang terjadi di sektor perbankan.

Semua indikator itu masuk ke dalam kebijakan protokol manajemen krisis (crisis management protocol /CMP) milik Bapepam-LK. Saat ini, masing-masing pengambil kebijakan di wilayah Kementerian Keuangan sudah memiliki CMP. Mereka adalah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Penggabungan CMP di masing-masing direktorat itu saat ini masih dalam proses penggabungan untuk dijadikan CMP Kementerian Keuangan.

CMP Kementerian Keuangan itu nantinya mengarah pada CMP nasional yaitu gabungan kebijakan yang dimiliki BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "CMP Nasional itu sedang kami susun di Kementerian Keuangan," imbuh Nurhaida.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar