Senin, 12 September 2011

Rumor Liar di Eropa Picu Koreksi Tajam

Headline
INILAH.COM, Jakarta – Rupiah dan IHSG kompak melemah tajam. Rumor gagal bayar Yunani, kemunduran Jurgen Stark dari petinggi ECB dan rumor down grade bank-bank Perancis menjadi katalisnya.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, pelemahan rupiah hari ini lebih dipicu oleh memburuknya situasi krisis utang di zona euro. Salah satunya, karena pasar sangat mencemaskan kondisi Yunani di tengah rumor, bahwa negara itu secara terpaksa bakal mengumumkan default (gagal bayar) dengan tidak membayar utang-utangnya.

Rumor itu, lanjutnya, muncul setelah terjadi peningkatan pertentangan dari Jerman yang menginginkan Yunani untuk keluar dari keanggotaan Uni Eropa. "Karena itu, sepanjang perdagangan rupiah mencapai level terlemahnya 8.615 dan terkuatnya 8.580 dari poisi pembukaan di level 8.580 per dolar AS,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (12/9).

Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Senin (12/9) ditutup melemah tajam 30 poin (0,35%) ke level 8.595/8.605 per dolar AS dari posisi akhir pekan lalu di level 8.565/8.575.

Di sisi lain, lanjut Firman, mundurnya Jurgen Stark dari jajaran petingi European Central Bank (ECB) juga semakin memperburuk keadaan. Sebab, Jurgen Stark merupakan salah satu petinggi ECB yang hawkish (lebih menyukai pengetatan moneter melalui kenaikan suku bunga). "Karena itu, pasar melihat sikap hawkish di ECB akan berkurang sehingga menjadi tekanan bagi mata uang kawasan itu," ujarnya.

Sebab, lanjut dia, ECB dilihat oleh pasar tidak akan melanjutkan siklus kenaikan suku bunganya. Karena itu, tidak banyak insentif pasar untuk memegang euro di tengah memburuknya krisis utang zona Eropa. "Sejak awal tahun, ECB sudah dua kali menaikkan suku bunganya ke level 1,5%," paparnya.

Sejauh ini dengan masih tingginya inflasi di zona euro, ECB seharusnya melanjutkan siklus kenaikan suku bunganya itu. Hanya saja, dengan memburuknya krisis utang zona euro, memang ECB sempat menghentikan siklus kenaikan suku bunganya. "Kemunduran Jurgen Stark memicu burkurangnya pendukung pengentatan kebijakan moneter," timpalnya.

Karena itu, ditegaskan Firman, ECB akan lebih banyak argumen pelonggaran moneter baik dalam bentuk penambahan jumlah obligasi maupun pertimbangan untuk menurunkan suku bunga dibandingkan pengetatan moneter. "Rumor yang beredar, kemunduran Stark karena silang pendapat atas rencana pembelian obligasi oleh bank sentral," paparnya.

Menurut Firman, Stark menginginkan, pembelian obligasi dihentikan. Tapi, mayoritas petinggi ECB menginginkan berlanjutnya pembelian obligasi itu. Tapi, Strak masih efektif bekerja hingga penggantinya ditemukan.

Rumor lain yang memperburuk situasi pada adalah peluang downgrade pada perbankan Perancis oleh Moody's Investor Service setelah hasil stress test diumumkan pekan ini.

Tapi, ditegaskan Firman, kuncinya tetap pada Yunani. "Jika Yunani default, Perancis dan Jerman sebagai pemegang terbesar surat utangnya bakal menghapus (write off) utang-utang Yunani sehingga Capital Adequacy Ratio (CAR) bank-bank Jerman dan Perancis bakal menyusut dan berujung down grade," paparnya.

Alhasil, dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang utama terutama terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa). Indeks dolar AS menguat ke level 77,329 dari sebelumnya 77,192. "Terhadap euro, dolar AS menguat tajam ke level US$1,3607 dari sebelumnya US$1,3654 per euro," imbuh Firman.

Dari bursa saham, analis Sekuritas Ekokapital Cece Ridwanullah mengungkapkan hal senada. Menurutnya, pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) sebesar 102,38 poin (2,56%) ke level 3.896,119 dipicu oleh anjloknya bursa Dow Jones Industrial Average (DJIA) akhir pekan lalu yang ditutup turun tajam 303,68 poin (2,69%) ke level 10.992,10 yang berimbas negatif ke bursa Asia termasuk IHSG.

Kondisi itu, lanjutnya, akibat keraguan investor di Amerika atas stimulus yang dugulirkan Presiden AS Barack Obama senilai US$447 miliar bisa mengangkat perekonomian AS. Di sisi lain, lanjutnya, dari Eropa market juga mendapat sentimen negatif setelah Anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Eropa (ECB), Juergen Stark, tiba-tiba mengudurkan diri dari posisinya Jumat (9/9) waktu setempat.

Seperti diberitakan, secara resmi, Stark (63) hanya menyatakan mengundurkan diri karena alasan pribadi, sebelum masa jabatannya berakhir pada Mei 2014. Tapi, menurut Cece, para pengamat membaca bahwa tindakan ini menunjukkan telah terjadi perpecahan berat di dalam tubuh ECB dalam langkahnya untuk menyelamatkan zona euro. “Jadi, faktor AS dan Eropa menjadi sentimen negatif di market saat ini,” ujarnya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar