Rabu, 21 September 2011

Sampai Level Berapa Rupiah Melemah?

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Kekhawatiran potensi default Yunani pada Oktober 2011 dan sinyal pelonggaran moneter dari BI dinilai menjadi katalis utama pelemahan rupiah. Hingga level berapa potensi penurunannya?

Kepala ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ikhsan mengatakan, pelemahan rupiah belakangan ini dipicu oleh ekspektasi pasar atas pemerintah Yunani yang bakal menunggak (default) untuk utang yang jatuh tempo pada pertengahan Oktober 2011. Hal itu akan menjadi kenyataan jika dana bantuan dari International Monetary Fund (IMF) dan Uni Eropa tidak cair bulan depan.

Menurutnya, jika tidak cair senilai 8 miliar euro, pemerintah Yunani akan kehabisan uang baik untuk membayar gaji maupun membayar utang. Otomatis, banyak bank di Eropa akan terpuruk karena banyak memegang surat utang negeri Para Dewa itu. “Jadi, efek negatifnya akan merembet,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (20/11).

Dia menegaskan, Yunani bakal menjadi tekanan bagi rupiah saat ini. Sebab, negara ini yang menimbulkan ketidakpastian di market. Menurutnya, jika Yunani menunggak, pasar juga khawatir Irlandia bakal mengalami hal yang sama. Begitu juga Portugal dan negara-negara Eropa lain yang punya masalah utang. “Walaupun itu hanya bersifat kekhawatiran, tapi dampak rembetannya meluas, terutama di Eropa,” ujarnya.

Fauzi memaparkan, secara fundamental, dimotori oleh Jerman dan Perancis, Uni Eropa sebenarnya masih sangat kuat. Tapi, secara sentimen akan terpuruk jika pemerintah Yunani gagal bayar. Karena itu, bursa saham global anjlok, sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) dan pasar Surat Utang Negara (SUN) Indonesia juga bakal anjlok. “Otomatis rupiah terpuruk,” papar Fauzi.

Pada saat yang sama, dia menegaskan, dolar AS bakal menguat meski negara adidaya itu juga sedang krisis. Sebab, treasury bond tetap dilihat pasar sebagai save haven (asset berisiko kecil) untuk sementara ini.

Ketika ditanya hingga level berapa potensi pelemahan rupiah, Fauzi mengatakan, hal itu tergantung seberapa besar respon pasar dan seberapa besar Bank Indonesia mengintervensi pasar valuta asing. “Jika BI mengintervensi secara agresif, rupiah bisa dipertahankan supaya tidak anjlok ke atas 9.100,” paparnya.

Tapi, dia menegaskan, peluang pelemahan hingga 10.000 bagi rupiah sangat kecil. Sebab, krisis Yunani tidak sepelik krisis Lehman Brothers di AS pada 2008. Level 9.100 merupakan level resistance bagi mata uang RI ini. “BI tidak mungkin membiarkan rupiah melemah ke atas level 9.100. Di level-level ini BI bakal intervensi,” imbuhnya.

Dihubungi terpisah, analis Monex Invstindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, pelemahan rupiah saat ini terjadi di luar perkiraan dipicu oleh kekhawatiran krisis utang yang terjadi di Eropa. Menurutnya, tampak ada penarikan asset-aset yang lebih berisiko di emerging market.

Dalam sebulan ke depan, hingga level berapa potensi pelemahan rupiah belum bisa dibayangkan. Sebab, para pengambil kebijakan di Uni Eropa sedang terus mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan masalah krisis utangnya. “Pasar khawatir, Yunani default pada Oktober 2011. Dikhawatirkan, Yunani kekurangan uang kas untuk membayarnya,” ucap dia.

Tapi, lanjutnya, Yunani sedang melakukan reviw pekan ini sehingga awal pekan depan baru bisa dilihat hasilnya. Sejauh ini, Yunani diharapkan mengimplementasikan program pengetatan moneternya agar dana dari IMF dan Uni Eropa bisa dikucurkan. “Hingga saat ini, Yunani kesulitan melakukan pengetatan fiskalnya akibat banyak protes di dalam negeri,” timpal Ariston.

Mayoritas rakyat Yunani bekerja di pemerintahan. Sehingga, saat budget fiskalnya dikurangi, ada ratusan ribu pegawai yang bakal di-PHK (pemutusan hubungan kerja). Di sisi lain, Standard & Poor’s Rating Service (S&P) men-down grade peringkat utang Italia.

Secara teknikal, lanjutnya, rupiah akan bergerak di bawah Moving Average (MA)200 mingguan di bawah resistance 9.200 per dolar AS. Jika tembus ke atas, potensi pelemahan rupiah ke level 9.500. “Tapi, ini sangat tergantung pada kebijakan apa yang akan dikeluarkan Yunani dalam beberapa pekan ke depan,” ucapnya.

Sementara itu, potensi penguatan rupiah sudah terbatas di level 8.800 dalam sepekan ke depan. Untuk short term, rupiah bisa menguat ke level tersebut jika Yunani berhasil mempeketat fiskalnya.

Tapi, rupiah berpeluang kembali melemah. Sebab, di sisi lain, pengetatan Yunani itu justru akan memperlemah daya ungkit untuk meningkatkan Gross Domestic Product (GDP). Memang defisit berkurang, tapi GDP Yunani menjadi lemah. “Utang-utang Yunani yang besar tetap susah untuk dibayar,” timpal Aristoan.

Karena itu, ada ekonom berpikir, Yunani lebih baik dibiarkan default dan keluar dari Uni Eropa dengan sistem keuangan dan mata uangnya yang bisa diatur sendiri dan disesuaikan dengan kondisi ekonomi negara itu.

“Biasanya, jika ekonomi suatu negara melemah, mata uangnya melemah juga,” ucapnya. Tapi, karena saat ini Yunani merupakan bagian dari Uni Eropa yang bermata uang euro, dalam satu kawasan itu ada beberapa negara yang tidak mau mata uangnya melemah (devaluasi) untuk menyesuaikan dengan keinginan Yunani dengan tujuan menstimulus ekonominya.

Dari Indonesia, pelemahan rupiah juga dipicu oleh isyarat dari Bank Indonesia yang tidak mau mengetatkan moneternya seiring situasi global belakangan ini. BI justru mensinyalkan melonggarkan moneternya dengan penyesuasin suku bunga Fasilitas Bank Indonesia (Fasbi) dengan BI rate. “BI Juga tidak akan menaikan suku bunga karena inflasi sudah berada di level moderat,” ungkap dia.

Asal tahu saja kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (20/9) ditutup melemah 48 poin (0,54%) ke level 8.888/8.898 per dolar AS dari posisi kemarin 8.840/8.860. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar