Kamis, 13 Oktober 2011

Target IHSG Berikutnya, 3.800-3.900

INILAH.COM, Jakarta – IHSG berpeluang melaju ke target resistance 3.800-3.900. Hanya saja, penembusan 3.600 kemarin, harus dilihat konfirmasi kekuatannya hingga akhir pekan ini.

Pada perdagangan Rabu (12/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) ditutup naik 104,178 poin (2,95%) ke level 3.635,931, dengan intraday tertinggi di 3.637,12 dan terendah di 3.516,62. Demikian pula indeks saham unggulan LQ45 yang naik 22,606 poin (3,63%) ke level 645,506.

Pengamat pasar modal David Cornelis mengatakan, dalam jangka pendek indeks saham domestik mulai ke arah penguatan. Artinya, ada sinyal bullish di market saat ini, namun perlu dikonfirmasi di level resistance terdekatnya.

Sedangkan dalam jangka menengah, lanjut David, indeks masih dalam trading range (sideline di level support 3.300 hingga resistance 3.600). “Ini menunggu konfirmasi, apakah kembali ke bullish track atau msh akan sideways, atau balik kembali ke bearish menuju support kuat di sekitar 3.200-3300,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (12/10).

Menurutnya, penentuan konfirmasi tersebut ada di level 3.600-3.700. Jika ditembus ke atas, artinya dalam jangka menengah IHSG kembali positif. Karena itu, setelah tembus resistance 3.600 pada perdagangan Rabu (12/10), arah IHSG dalam jangka pendek, kecenderungannya tetap naik menuju resist selanjutnya di 3.800-3.900.

Hanya saja, David menggarisbawahi, setelah mampu tembus 3.600, harus dilihat konfirmasi kekuatan penembusan itu dalam 2 hari yang tersisa di pekan ini. “Saat ini, masih ada resistances minor di sekitar 3.600-3.700. “Arahnya cenderung ke atas menembus resistance itu ke arah 3.800-an dalam jangka pendek. Sebab, sentiment saat ini cenderung positif,” ucap David.

Hanya saja, dia menegaskan, pasar perlu konfirmasi kekuatan sinyal bullish itu, apakah terus menembus resistance-resistance minor atau tidak. “Kalau penembusan ke atas level psikologis 3.600 kuat, level 3.600 itu dapat dijadikan support,” ungkap dia.

Dia menegaskan, resistance 3.600 itu akan berubah menjadi support ketika tertembus dan cukup kuat tidak jatuh lagi ke bawah 3.600 dalam 2 hari ini. “Maka, jika tetap berada di atas 3.600. Dalam jangka pendek-menengah, IHSG kembali ke 'track bullish'nya dan menuju ke next target di 3.800-3.900,” ungkapnya.

Secara fundamental, earning season dan penurunan BI rate pekan ini dapat menjadi katalis kenaikan IHSG dalam jangka pendek setelah menguat dalam 6 hari terakhir. Tapi, itu juga diselingi koreksi sehat di akhir pekan lalu.

Dia berpendapat, BI rate tidak perlu turun lebih lanjut setelah diturunkan ke level 6,5% sejak ditetapkan Februari lalu 6,75%. Inflasi maupun ekspektasi inflasi memang rendah, namun volatilitas di pasar uang masih perlu diperhatikan. “Jika pergerakan Rupiah terlalu ‘liar’ dapat memberi efek negatif ke pasar modal (IHSG) dalam jangka pendek,” tandasnya.

Lebih jauh David menjelaskan, dalam view jangka menengah, IHSG akan terpangkas hingga double digit dari penutupan akhir tahun lalu. Menurutnya, dengan P/E sekitar 14 kali, sektor pertambangan dan pertanian menjadi menarik karena sudah terdepresiasi sangat dalam.

Begitu juga sektor aneka industri dan konsumsi serta keuangan yang menjadi primadona karena sifatnya sebagai defensive stocks ketika market sedang gonjang-ganjing.

Dalam jangka menengah, Indonesia tetap tidak akan dapat terlepas dari pengaruh krisis perekonomian global (khususnya Eropa & AS). Sebab, efek transmisi dan tautan antar pasar/bursa, sedikit banyaknya akan terguncang karena faktor eksternal tersebut.

Namun, menurutnya, dampak krisis global ke Indonesia masih terbatas melalui jalur perdagangan riil saja (tidak meluas ke makro).

Dari luar negeri, David menambahkan, Yunani berencana mengeluarkan 880 juta euro untuk obligasi sebagai jaminan berdasarkan kesepakatan bailout senilai 109 miliar euro. Jika tidak ditanggulangi, bisa saja terjadi domino efek ke perlambatan ekonomi (bahkan krisis ekonomi) Jerman dan Perancis, serta pasar keuangan bergolak di seluruh dunia.

Di sisi lain, penerbitan Eurobond bukan solusi untuk mencegah penularan krisis dari Yunani. Penerbitannya, menurut David, justru akan menaikkan biaya pinjaman obligasi negara lain.

Stimulus fiskal yang bersumber dari utang luar negeri saat ini relatif sulit diterapkan karena banyak negara yang mengalami defisit anggaran lebih besar ketimbang Produk Domestik Bruto (PDB)-nya. “Kebijakan ini harus sangat hati-hati dan bisa kontraproduktif dengan kebijakan The Fed ‘Operation Twist’,” imbuh David. [ast]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar