Selasa, 31 Mei 2011

Menelisik peluang pertumbuhan PT PP London Sumatra Tbk saat produksi rendah

Menelisik peluang pertumbuhan PT PP London Sumatra Tbk saat produksi rendah
JAKARTA. Kinerja PT PP London Sumatra Tbk (LSIP) sepanjang kuartal satu lalu cukup mengesankan. Penjualan cucu perusahaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) ini naik 72,9% year-on-year menjadi Rp 1,18 triliun. Laba bersihnya juga naik 134,6% dibanding laba bersihnya di kuartal satu 2010 menjadi Rp 393,86 miliar.

Sebagian besar hasil produksi LSIP memang dijual ke induk usaha, yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP). Penjualan ke SIMP di kuartal satu 2011 mencapai 63,60% dari total penjualan LSIP. Jumlah ini naik dari 46,94% di periode sama tahun sebelumnya.

"Ini bagus, karena LSIP tidak perlu lagi mencari konsumen dan bisa menghemat beban pemasaran," kata Analis Andalan Artha Advisindo Sekuritas Willy Gunawan, Senin (30/5). Ia meramal porsi penjualan LSIP ke SIMP akan terus bertambah.

Produksi rendah

Namun yang perlu diingat, pertumbuhan kinerja LSIP lebih disebabkan kenaikan harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) di pasar global dibandingkan kenaikan volume produksi LSIP.

Di kuartal I-2011, LSIP berhasil menjual 95.720 ton CPO dengan average selling price (ASP) Rp 8.319 per kilogram (kg). Volume penjualan di periode ini cukup besar lantaran tingginya permintaan CPO di China saat hari raya Imlek.

LSIP pun memanfaatkan momen ini dengan baik. "LSIP terlihat menggenjot penjualan di kuartal pertama," tulis Merlissa P. Trisno, Analis Danareksa Sekuritas dalam risetnya. Artinya, penjualan LSIP naik 38,2%. Sementara produksi cuma naik 19,6%.

Namun penjualan di kuartal kedua ini diperkirakan tidak akan setinggi kuartal satu. Selain karena permintaan menurun, masa panen raya kedelai tengah berlangsung di Amerika Serikat (AS).

Lazim terjadi di saat pasokan kedelai melimpah, permintaan CPO akan turun. Namun permintaan CPO akan kembali naik di kuartal tiga. Pasalnya, di kuartal tiga nanti ada hari raya Idul Fitri.

Analis Ciptadana Securities Fadil Kencana memprediksi, ASP CPO produksi LSIP tahun ini bisa mencapai 3.649 ringgit per ton. Sementara volume produksi hanya akan naik 14%. Pasalnya, tanaman sawit yang sudah memasuki masa panen tahun ini hanya 6.270 hektar (ha). Tanaman ini mulai ditanam tahun 2007. Sementara lahan yang ditanami di 2008 baru bisa panen tahun depan.

Toh analis tetap memandang kinerja LSIP bakal prospektif. Willy memprediksi penjualan LSIP tahun ini mencapai Rp 5,10 triliun dengan laba bersih Rp 1,77 triliun. Proyeksi Merlissa lebih kecil, yakni penjualan sebesar Rp 4,41 triliun dan laba bersih mencapai Rp 1,42 triliun.

Karena itu, para analis berani memasang rekomendasi beli untuk LSIP. Willy memasang target harga Rp 3.193. Target ini mencerminkan rasio price to earning (PE) 12,3 kali. Angka ini masih di bawah rata-rata rasio PE historis sebesar 16 kali.

Sementara Fadil memprediksi target harga LSIP adalah Rp 3.000. Ia menghitung, saat ini LSIP diperdagangkan dengan rasio PE 11,34 kali.

Sedang Merlissa mematok target harga LSIP Rp 2.950. Menurut hitungannya, rasio PE LSIP saat ini 12,5 kali. Dalam perdagangan Senin (30/5), harga LSIP turun 1,25% menjadi Rp 2.400 per saham. Mengutip laporan keuangan perusahaan, hingga 63,30% crude palm oil (CPO) produksi LSIP dijual ke induk usahanya, PT Salim Ivomas Pratama (SIMP). Angka tersebut mengalami peningkatan dari 46,94% pada periode yang sama tahun lalu.

"Itu bagus karena LSIP tidak perlu lagi mencari konsumen dan bisa menghemat beban pemasaran," kata analis Andalan Artha Advisindo Sekuritas Willy Gunawan kepada KONTAN, Senin (30/5). Bahkan Willy memperkirakan porsi penjualan LSIP yang diserap SIMP akan semakin bertambah ke depannya.

Memang, menjual produk ke induk usaha sendiri pasti ada sisi negatifnya. "Dari segi harga pasti ada deal tertentu," kata Willy. Tapi dia mengatakan efeknya tidak terlalu besar.

SIMP yang saat ini tengah menawarkan saham perdananya ke publik juga dinilai Willy bisa meningkatkan nilai perusahaan karena menjadi lebih terintegrasi. Apalagi menurutnya, LSIP merupakan penyumbang terbesar pendapatan SIMP.

Tren ASP masih naik

Lebih lanjut, Willy mengatakan kenaikan harga cude palm oil (CPO) lebih banyak berperan sebagai katalis pertumbuhan LSIP ketimbang kenaikan volume produksi. Dia mencatat volume penjualan LSIP di kuartal pertama 95.720 ton dengan average selling price (ASP) CPO Rp 8.319 per kg.

"Harga CPO akan tetap melonjak," kata Willy. Dia mengatakan, penjualan fantastis di kuartal pertama dipicu impor besar-besaran ke Cina karena hari raya Imlek di negara tersebut. Penjualan di kuartal kedua diprediksi menurun. Selain karena permintaan menurun, masa panen raya kedelai tengah berlangsung di Amerika Serikat (AS). Namun, Willy memprediksi ASP di kuartal ketiga akan kembali naik karena konsumsi dalam negeri meningkat di hari raya Lebaran. "Di kuartal keempat harga tidak terlalu berfluktuasi," ramal dia.

Prediksi serupa dikemukakan analis Ciptadana Securities Fadil Kencana. Dia memprediksi rata-rata ASP tahun ini sebesar 3.649 ringgit per ton.

Sedangkan volume produksi diperkirakan hanya tumbuh 14% sepanjang tahun ini. Pemicunya adalah penanaman 6.270 ha tahun 2007 yang memasuki masa panen tahun ini. Sedangkan jika mengikuti siklus empat tahunan, penanaman 6.500 ha dan penanaman ulang 800 ha tahun 2008 baru siap dipanen tahun depan.

Sementara itu, analis Danareksa Sekuritas Merlissa P. Trisno mencermati pertumbuhan volume penjualan di kuartal pertama yang besarnya dua kali lipat dari volume produksi. Volume produksi hanya tumbuh 19,6% menjadi 88.004 ton, namum volume penjulan bisa tumbuh 38,2% menjadi 95.720 ton. "Manajemen terlihat menggenjot penjualan di kuartal pertama," tulis dia. Merlissa berharap pertumbuhan penjualan normal di kuartal berikutnya.

Proyeksi Willy, penjualan LSIP tahun ini bisa mencapai Rp 5,10 triliun dengan laba bersih Rp 1,77 triliun. Target harga yang dia patok mencerminkan rasio price to earning (PE) 12,3 kali, masih di bawah rata-rata historis 16 kali.

Sedangkan Fadil menargetkan penjualan Rp 4,62 triliun dengan laba bersih Rp 1,47 triliun. Dia menghitung, saat ini saham LSIP diperdagangkan dengan rasio PE 11,34 kali.

Sementara itu menurut proyeksi Merlissa, penjualan dan laba bersih masing-masing Rp 4,41 triliun dan Rp 1,42 triliun, dengan rasio PE 12,5 kali.

Melihat pertumbuhan produksi LSIP yang solid dan tren harga CPO yang kondusif, ketiga analis sama-sama memberi rekomendasi buy saham LSIP. Willy memasang target harga tertinggi di Rp 3.193, sedangkan Fadil dan Merlissa masing-masing Rp 3.000 dan Rp 2.950.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar