Senin, 07 November 2011

Euforia Referendum Yunani Siap Perkuat Rupiah

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Senin (7/11) diprediksi menguat terbatas. Sebab, dolar AS cenderung melemah seiring euforia pasar atas batalnya referendum Yunani.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, potensi penguatan rupiah awal pekan ini salah satunya karena nilai dolar AS terhadap mata uang lain cenderung melemah. Pasalnya, di pasar masih ada euforia pembatalan referendum Yunani.

Tapi, lanjutnya, pada dasarnya, masih belum pasti apakah negeri Para Dewa itu akan mendapatkan dana bilout-nya atau tidak. "Karena itu, rupiah cenderung menguat, tapi terbatas dalam kisaran 8.900-9.000 per dolar AS," katanya kepada INILAH.COM.

Firman menegaskan, Yunani masih jadi highlight. Sebab, pada Senin (7/11) ini juga akan ada pertemuan para menteri keuangan Uni Eropa dalam Ecofin Meeting. "Walaupun, akhir pekan lalu, performa IHSG cukup positif, tapi pasar perlu konfirmasi bailout Yunani dari Ecofin Meeting itu," ujarnya.

Setelah Yunani batal referendum, lanjut Firman, menandakan Yunani akan tetap tinggal di zona euro. "Berdasarkan pernyataan Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, seharusnya Yunani mendapatkan dana bailout berikutnya," paparnya.

Terbatasnya penguatan rupiah, juga karena faktor data non-farm payroll AS yang dirilis Jumat (4/11). Sebab, tingkat pengangguran AS yang dirilis Jumat (4/11), mengalami pneurunnan ke level terendah 6 bulan, jadi 9% dari sebelumnya 9,1%. "Hanya saja, data non-farm payroll dirilis lebih rendah jadi 80.000 karyawan baru dari perkiraan 95.000 dari data sebelumnya yang direvisi naik 102 ribu. Angka ini seharusnya memperkuat dolar AS dan jadi tekanan bagi rupiah," ungkapnya.

Tapi, menurut Firman, jika bursa saham global merespon positif turunnya pengangguran AS, rupiah juga akan terdampak positif.

Di sisi lain, Firman menambahkan, data Gross Domestic Product (GDP) Indonesya yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (7/11) ini juga akan menjadi fokus investor. "Meski data GDP diprediksi meningkat jadi 6,6% dari angka sebelumnya 6,5%, tapi, pernyatan Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution pada Jumat (4/11) yang memberikan sinyal penurunan suku bunga acuan, akan jadi sedikit tekanan bagi rupiah," paparnya.

Sebab, pada Kamis, 10 November, BI mengagendakan Rapat Dewan Gubernur untuk memutuskan suku bunga acuan. "Jadi, ada peluang BI rate diturunkan 25 basis poin jadi 6,25% dari level saat ini 6,50% menginngat inflasi sudah mulai rendah yang dirilis Oktober dan terjadi deflasi 0,12%," paparnya.

Apalagi, bank-bank sentral negara maju lainnya sudah menurunakan suku bunga acuannya. Di antaranya, European Central Bank (ECB) sebesar 25 basis poin jadi 1,25% dan Bank Sentral Australia (RBA) 25 basis poin ke level 4,50%. Begitu juga dengan kebijakan Bank of Japan (BoJ) yang sudah melonggarkan moneternya. "Sementara itu, bank-bank sentral lainnya tidak menurunkan karena memang suku bungannya sudah rendah," paparnya.

Asal tahu saja, kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Jumat (4/11) ditutup menguat 15 poin (0,16%) ke level 8.945/8.955 per dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar