Senin, 11 Juli 2011

Makna di Balik IHSG 4.000

Headline
INILAH.COM, Jakarta – IHSG tembus 4.000. Pertanda berkurangnya krisis global, kuatnya fundamental ekonomi RI, murahnya valuasi dan rendahnya rasio kapitalisasi indeks terhadap PDB. Alhasil, tak ada potensi bubble.

Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ikhsan mengatakan, tembusnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) ke atas 4.000 dipicu oleh berkurangnya krisis global. Salah satunya, masalah Yunani yang telah usai setelah dikhawatirkan akan menunggak bayar utang (default). Masyarakat Ekonomi Eropa, European Central Bank (ECB) dan International Monetary Fund (IMF) sudah menyetujui untuk membailout negeri para Dewa ini pada 15 Juli ini.

Karena itu, dengan mengecilnya risiko gagal bayar Yunani, risiko negara-negara Eropa lain pun seperti Irlandia, Portugal, Irlandia, dan Spanyol juga berkurang. “Karena itu, kekhawatiran investor terhadap krisis global pun berkurang,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Minggu (10/7).

Sekarang, lanjut Fauzi, tinggal menunggu masalah ekonomi AS terutama soal limit utang pemerintah. Menurutnya, jika pemerintah dan Kongres AS setuju untuk meningkatkan plafon batas atas utang AS dari level saat ini, US$14,2 triliun, otomatis bursa saham global bisa naik lagi. “Deadline persetujuan batas atas utang tersebut pada 2 Agustus 2011,” papar Fauzi.

Secara fundamental pun, lanjutnya, market Indonesia sangat positif. Apalagi, sejak awal tahun, indeks di level 4.000 memang sudah diperkirakan dan level 4.400 bisa dicapai pada akhir 2011. “Karena itu, dengan tembusnya indeks ke atas 4.000, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Termasuk juga tidak ada potensi bubble,” timpalnya.

Memang, Fauzi mengakui, jika dari Price to Earnings Ratio (PER), valuasi IHSG relatif mahal. Jika dilihat dari forward price earning (PE), indeks berada di angka 16 kali berdasarkan ekspektasi laba korporasi 12 bulan ke depan. “Tapi, dibandingkan dengan negara-negara lain pun, level indeks saat ini tidak terlalu mahal,” ungkapnya.

Menurutnya, bursa India sudah berada di level 17 kali. Begitu juga dengan bursa China yang jauh lebih tinggi. Meski relatif tinggi, PE IHSG masih di bawah negara-negara kawasan. “Bubble akan terjadi, salah satunya jika tren suku bunga global terus naik. Sebab, suku bunga menyebabkan dana akan beralih dari saham ke surat utang,” tandasnya.

Saat ini, lanjutnya, suku bunga dolar AS, euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa), dan suku bunga yen diperkirakan akan berada di tingkat rendah dalam 12 bulan ke depan.

Memang Bank Sentral China (PBoC) menaikkan suku bunga deposito 1 tahun menjadi 3,5% dari 3,25% dan suku bunga pinjaman satu tahun naik menjadi 6,56% dari 6,31%. Begitu juga dengan ECB yang menaikkan suku bunga acuannya 25 basis poin ke level 1,50%. “Tapi, kenaikannya tidak signifikan,” timpal Fauzi.

Jika dilihat dari sudut pandang speculator funding cost, imbuh Fauzi, mereka saat ini tetap meminjam dollar AS untuk membeli rupiah atau saham. Sebab, yang menjadi patokan saat ini adalah suku bunga dolar AS. Jadi, meski suku bunga China dan ECB naik, selama The Fed Fund Rate-nya belum naik, pasar saham akan tetap atraktif.

Bahkan, ditegaskan Fauzi, kalaupun The Fed menaikkan suku bunga acuannya, namun hal itu tidak akan berpengaruh signifikan. Kecuali, jika The Fed Rate naik dari 0,25% ke level 3%.

Kenaikan tersebut, baru akan memicu peralihan dana dari bursa saham ke aset lain. “Jika naik 50-100 basis poin saja tidak akan terasa,” tutur Fauzi. Menurutnya, uang nganggur yang diciptakan oleh rendahnya suku bunga global, akan tetap masuk ke bursa saham global.

Sementara itu, imbuhnya, jika melihat bursa saham Indonesia, rasio kapitalisasi pasar saham terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih rendah di level 50%. Masih jauh dari 100%. “Level tersebut dinilai tinggi sehingga berpotensi bubble,” ungkapnya.

Lalu, jika dilihat dari laba korporasi, IHSG memang layak tembus 4.000. Sebab, akhir 2010 pun, indeks ditutup di level 3.700. Karena itu, dengan asumsi laba korporasi tumbuh 20% pada 2011 seperti tahun lalu dan seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi, indeks memang seharusnya bertenger di level tersebut.

Artinya, 1,2 dikali 3.700, maka indeks berada berada 4.440 untuk 2011 ini. Sebab, dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat, laba korporasi pun tumbuh. “Hanya faktor global yang bisa memicu fluktuasi indeks. Krisis Yunani sudah diselesaikan, tinggal menanti penyelesaian limit utang AS,” imbuh Fauzi.

Pada perdagangan Jumat (8/8), IHSG ^JKSE ditutup menguat 64,218 poin (1,63%) ke level 4.003,691, dengan intraday tertinggi di 4.005,68 dan terendah di 3.939,74. Demikian pula indeks saham unggulan LQ45 yang naik 14,382 poin (2,06%) ke level 710,896. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar