Rabu, 30 November 2011

AS Tekan Pengangguran Bagai 'Mission Impossible'

Medium
INILAH.COM, Jakarta - Negara-negara Barat menghadapi misi yang mustahil (mission impossible) dalam menekan jumlah pengangguran yang melambung, tekanan inflasi, dan nilai tukar yang berkontraksi.

"Negara-negara maju tengah menghadapi paradosk kebijakan. Mereka butuh inflasi untuk melepaskan diri dari lilitan utang, namun deflasi dibutuhkan untuk meningkatkan produksi dan lapangan kerja oleh perusahaan," papar ekonom global senior HSBC Karen Ward kepada CNBC.com, seperti dikutip Rabu (30/11).

Menurutnya, satu-satunya jalan tengah untuk kedua pihak dalah dengan menurunkan nilai tukar riil di negara maju. "Kalau kita tidak melakukan penyesuaian kurs, maka kita akan dihadapkan pada pertumbuhan ekonomi yang stagnan dalam jangka panjang, pengangguran yang tinggi, dan ketidakpastian yang berlanjut." tuturnya.

Kebijakan stimulus moneter berupa pelonggaran kuantitatif (quatitative easing) yang dilakukan AS dan bank sentral Inggris dalam beberapa bulan terakhir memiliki 'tujuan tersembunyi' untuk menurunkan nilai tukar yang bisa merugikan negara-negara berkembang.

"Di negara maju kita bisa menggunakan quantitative easing dengan menurunkan nilai mata uang, seperti yang kita lihat dalam dua tahun terakhir. Di negara berkembang, mereka enggan menerima kebijakan tersebut," tuturnya.

Selain itu, adanya ketegangan yang meningkat antara AS dan China dengan meningkatnya tagihan dagang AS terhadap China. Ward mengingatkan, hal ini tidak berdampak baik dalam jangka panjang dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi global.

"Ini tidak baik. Kita terus ditarik dalam permasalahan-permasalahan global ini dan pertumbuhan ekonomi global tidak akan pulih, sampai kita mendapatkan titik keseimbangan perekonomian global dan penyesuaian kurs sangat diperlukan," paparnya.

Ia menilai, solusi ideal adalah negara-negara maju mau sedikit bersabar dan membiarkan mata uang negara berkembang terapresiasi. Sayangnya, mesin politik bisa menggagalkan skenario ini.

Ia merasa khawatir dengan sikap politisi yang tidak sabar, khususnya di AS sehubungan dengan adanya pemilu 2012, akan menambah masalah. "Ini akan lebih baik bila kita tetap berdamai dalam sistim global," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar