Rabu, 14 September 2011

Investor Disarankan Cermati Kuasi BNBR

Headline
INILAH.COM, Jakarta – Kuasi reorganisasi PT Bakrie & Brothers (BNBR) dinilai belum tentu menjadi jalan terbaik bagi emiten investasi ini. Investor pun diminta mencermati saham ini.

Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan, dari grup Bakrie, belum ada kabar menggembirakan. Salah satunya, soal deadline utang PT Bumi Resources (BUMI) ke China Investment Corporation (CIC) pada Oktober 2011 senilai US$600 juta. Hingga saat ini, menurutnya, deadline tersebut belum menemui perkembangan.

Begitu juga dengan rencana kuasi reorganisasi PT Bakrie & Brothers (BNBR). Kuasi reorganisasi, tidak cukup kuat untuk mendorong pergerakan saham di grup ini. Aksi korporasi ini masih menunggu persetujuan dari pemegang saham pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 6 Oktober 2011. “Bagi saya, kuasi reorganisasi BNBR tidak menggembirakan,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (13/9) malam.

Dia menegaskan, jika history investasi BNBR positif, seharusnya, kuasi ini jadi sentiment positif bagi BNBR dan grup Bakrie secara umum. Sebab, laporan keuangannya akan bersih dari utang dan laba bersih pun otomatis jadi positif. Pada akhirnya, pemegang saham pun bakal mendapatkan dividen.

Tapi, menurut dia, yang perlu dicermati adalah right issue BNBR baru bejalan 3 tahun sejak awal 2008. Dalam rentang itu, dinilai Satrio, investasi BNBR ceroboh. Idealnya, kuasi dilakukan 10 tahun setelah right issue atau minimal di atas 5 tahun untuk menguji aksi korporasi dari emiten.

Dia mempertanyakan, apakah setelah kuasi, akan ada jaminan bahwa BNBR tidak akan membeli perusahaan terafiliasi lagi alias anak usahanya sendiri seperti penggunaan dana hasil right issue pada 2008. “Apalagi, sempat ada rumor, setelah kuasi, BNBR akan melakukan right issue untuk dapat dana tambahan,” timpalnya.

Karena itu, dia menyarankan, pasar harus hati-hati merespon kuasi reorganisasi BNBR. Sebab, kuasi ini belum tentu menjadi jalan terbaik bagi BNBR, bursa saham dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Dia memaparkan, pada saat rights issue 2008, BNBR menyatakan, dana yang didapat akan digunakan investasi jangka panjang. Tapi, BNBR justru menggunakannya untuk trading pada perusahaan yang terafiliasi. “Itu sama artinya, BNBR membeli perusahaan dengan posisi utang,” tuturnya.

Alhasil, pada saat crash 2008, BNBR tidak bisa mempertahankan posisinya sehingga terpaksa jual. “Itulah yang menyebabkan kerugian besar bagi BNBR karena menjual investasinya pada harga yang jauh lebih murah,” paparnya.

Sebagai perusahaan investasi, orang bisa saja menilai kerugian tersebut sebagai risiko pasar. Tapi, bagi Satrio, BNBR sejak awal menyatakan dana right issue untuk investasi bukan trading. Pada 2008, BNBR meraup dana right issue hingga Rp40 triliunan. “Sekarang, BNBR akan melakukan kuasi aliasi penghapusan utang senilai Rp27,7 triliun.

Diberitakan, guna memuluskan jalan untuk melakukan kuasi reorganisasinya, BNBR akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 6 Oktober 2011 mendatang. Hal itu disampaikan perseroan dalam prospektus singkat yang dipublikasikan oleh perseroan, Jakarta, Selasa (6/9).

Rencananya, RUPSLB BNBR mengagendakan penghapusan defisit Rp27,7 triliun (per 31 Desember 2010) dalam rangka penuntasan rencana kuasi reorganisasi.

Etrading Securities dalam situsnya etrading.co.id menilai, aksi korporasi itu merupakan hal yang positif. Saldo Defisit tersebut merupakan akumulasi kerugian bersih sebesar Rp16,5 triliun di 2008, lalu Rp1,7 triliun pada 2009 dan di 2010 lalu juga tercatat Rp7,6 triliun. Menurut Etrading, diharapkan dengan rampungnya kuasi reorganisasi ini, pemegang saham dapat menikmati nilai tambah dari kinerja keuangan BNBR dalam bentuk dividen tunai.

Sebagai informasi, sampai dengan 30 Juni 2011, BNBR mencatatkan laba bersih (audited) Rp45,5 miliar dari sebelumnya rugi Rp171,5 miliar pada semester pertama 2010 (unaudited). [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar