Selasa, 01 November 2011

Inflasi RI & Manufaktur China Siap Angkat Rupiah

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (1/11) diprediksi menguat. Stabilnya inflasi dan peluang positifnya data manufaktur China menjadi katalisnya.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, potensi penguatan rupiah hari ini salah satunya karena event penting yang patut diperhatikan hari ini. Salah satunya adalah data PMI Manufaktur China yang akan dirilis hari ini.

Menurutnya,data manufaktur China sudah diperkirakan naik jadi 51,6 dari sebelumnya 51,2. "Karena itu, rupiah cenderung menguat dan akan bergerak dalam kisaran 8.820-8.900 per dolar AS," ujarnya.,” katanya kepada INILAH.COM.

Dari dalam negeri, rupiah juga mendapat dukungan dari pasar yang juga dihadapkan pada data inflasi Oktober 2011 dan akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Selasa ini juga. "Meski inflasi bulanan diperkirakan turun jadi 0,2%, tapi inflasi tahuanan (year on year) diperkirakan naik jadi 4,76% dari bulan seblumnya 4,61%," ujarnya.

Kondisi ini, lanjut Firman, bisa menimbulkan persepsi di pasar kalau Bank Indonesia akan coba mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) di level 6,5% pada pertemuan November. Ini seharusnya bisa memperkuat rupiah. "Tapi, efek penguatan rupiah bukan langsung dari faktor inflasi, melainkan dari stabilnya inflasi yang berdampak positif bagi bursa saham," papar Firman.

Firman menegaskan, manufaktur China dan stabilnya inflasi Indonesia seharusnya bisa memberikan sentimen positif bagi rupiah pada sesi Asia hari ini dan bisa diterjemahkan terhadap penguatan rupiah.

Di sisi lain, pasar juga fokus pada keputusan suku bunga Bank Central Australia. Meski bank sentral Australia mungkin masih memberikan isyarat untuk pelonggaran moneter, efek berita dari China bisa lebih dominan berpengaruh positif di market secara global. "Karena itu, rupiah seharusnya bisa menguat," imbuhnya.

Data lain yang perlu dicermati pasar adalah Chicago Manufacturing PMI yang dirilis semalam. Angkanya sudah diperkirakan turun jadi 59 dari sebelumnya 60,4. "Data ini akan memperkuat pertimbangan The Fed untuk memberikan siyal mempertahankan kebijakan moneter longgar pada pertemuan Rabu (2/11)," ungkapnya.

Tapi, lanjutnya, pergerakan rupiah akan sempit. Sebab, pekan ini banyak event penting yang akan berpengaruh pada pergerakan rupiah. Selain banyak pertemuan bank sentral, juga ada pertemuan bank sentral AS, The Fed, pada Rabu (2/11). Lalu, European Central Bank (ECB) juga mengagendakan pertemuan serupa pada Kamis (3/11).

Lalu, pada akhir pekan, Jumat (4/11) merupakan pertemuan terakhir negara-negara kelompok G20 di Perancis. "Karena itu, investor tidak akan begitu agresif," imbuh Firman.

Asal tahu saja, kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Senin (31/10) ditutup melemah 65 poin (0,73%) ke level 8.850/8.855 per dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar