Selasa, 10 Mei 2011

Nasib AWS berada di tangan plasma

Nasib AWS berada di tangan plasma
JAKARTA. PT Aruna Wijaya Sakti (AWS) anak usaha dari PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) masih menunggu hasil keputusan plasma untuk melanjutkan operasinya yang saat ini terhenti sementara waktu.

Awal penghentian operasi ini adalah ketika Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) organisasi plasma di AWS menolak pasokan benur ke tambak. “Jika tidak ada kesepakatan untuk melanjutkan kemitraan, perusahaan tetap akan menghentikan operasi,” kata Tarpin A. Nasri, Kepala Divisi Komunikasi AWS kepada KONTAN, Senin (9/5).

Tarpin menjelaskan, plasma tambak AWS terbagi dalam dua kubu yang berbeda, yakni P3UW yang menolak kemitraan dan plasma lain yang setuju dengan program kemitraan AWS.

Dalam perkembangan terakhir, sejak Sabtu (7/5) P3UW didatangi oleh 3.000 anggota plasma lain untuk meminta pertanggungjawaban. Sebab, atas tindakan P3UW, AWS menghentikan pasokan listrik ke seluruh area tambak.

Jika jumlah plasma yang melakukan protes lebih dari 50% terhadap kepengurusan P3UW, maka akan diadakan rapat anggota luar biasa. Forum tersebut bisa digunakan untuk meminta pertanggungjawaban pengurus. Namun jumlah plasma yang protes belum mencapai lebih dari 50%, karena jumlah plasma saat ini sekitar 7.200 plasma. Namun Tarpin bilang, P3UW akan memberikan jawaban pada 13 mei mendatang.

Pihak AWS belum menghitung estimasi kerugian dari penghentian operasi tersebut. Namun dengan pemadaman lampu yang dilakukan, seluruh udang berumur 40-45 hari di 1270 tambak diperkirakan mati karena tidak akan bertahan lebih dari satu hari tanpa pasokan oksigen, karena kincir air mati. Setiap tambak tersebut bisa menghasilkan udang sebanyak 3 ton per panen, dengan masa panen 90 hari-120 hari. “Kita mengeluarkan biaya operasi dari persiapan tebar benur sampai masa pemeliharaan, tapi kita belum hitung berapa kerugiannya,” kata Tarpin.

Kerugian lain adalah tidak berproduksinya tambak AWS karena penebaran benur tidak dilakukan sejak Maret dan April yang berarti Juni dan Juli tidak ada panen. Padahal seharusnya menurut Tarpin AWS bisa menghasilkan sekitar 50 ton udang per hari. Sedang harga udang saat ini sekitar Rp 36.000 per kg.

Belum lagi biaya untuk memperbaiki tambak jika lama tidak digunakan, untuk satu tambak membutuhkan dana sebesar Rp 25 juta. Biaya tersebut belum termasuk pompa dan empat kincir air, yang masing-masing adalah sebesar Rp 7 juta dan Rp 3,5 juta per kincir. Sekedar informasi jumlah tambak di AWS mencapai 14.400 tambak. “Yang kita takutkan pompa dan kincirnya akan diambil dan dijual oleh oknum plasma, sampai sekarang teknisi AWS belum bisa masuk karena dihalangi oleh P3UW,” kata Tarpin.

Manajemen CPRO tidak menjawab pesan singkat dan telepon KONTAN. Namun sebelumnya manajemen CPRO pernah mengatakan berhentinya operasi AWS akan mempengaruhi kinerja CPRO ditahun 2011.

Sekedar gambaran, tahun lalu produksi udang AWS mencapai 13.922 ton udang, sedang total produksi CPRO sebesar 50.000 ton udang. Penjualan udang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan CPRO. Pada kuartal pertama tahun ini, penjualan udang CPRO mencapai Rp 740,37 miliar. Nilai tersebut setara 42,63% dari total penjualan CPRO pada periode tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar