Selasa, 10 Mei 2011

Listing Perdana Saham HD Finance Naik 30% ke Rp 260 per Lembar

Jakarta - Saham PT HD Finance Tbk (HDFA) pada pencatatan saham perdana Selasa (10/5/2011) dibuka naik Rp 60 ke level Rp 260 dari harga perdananya Rp 200 per lembar.

Pada awal pembukaan perdagangan saham pukul 09.30 JATS, saham perseroan naik signifikan Rp 60 dari penetapan harga sebelumnya, Rp 200 per lembar. Hingga pukul 9.35 waktu JATS, saham berada di kisaran Rp 250 per lembar saham, dan sempat menyentuh harga tertinggi Rp 260 per lembar.

Total saham yang dilepas HDFA sebanyak 460 juta lembar kepada publik. Ini setara dengan 29,87% dari rencana total modal yang ditempatkan dan disetor penuh. Nilai nominal IPO Rp 100 per lembar. Total dana yang dihimpun perseroan mencapai Rp 92 miliar.

Jumlah saham yang dipesan sebanyak 1,067 miliar lembar, dari total saham yang ditawarkan 460 juta lembar saham, dengan jumlah pemesan 2.219 pihak.

"Dana penawaran saham perdana, 85% digunakan untuk membiayai pengembangan usaha perseroan. Yakni pembiayaan kendaraan bermotor. Sisanya, sebagai dana pengembangan infrastruktur teknologi informasi HD Finance," ujar Direktur Utama HD Finance, Hariono. Selaku penjamin pelaksana emisi efek adalah PT Makinta Securities.

Perseroan dulu bernama PT Indonesia Lease dan berdiri pada 1972. Kemudian dengan masuknya Bank Niaga sebagai pemegang saham, perseroan berubah nama menjadi PT Niaga Leasing pada 1990. Dan pada 2005 bertransformasi menjadi HD Finance.

HD Finance memiliki 16 cabang, dan sampai dengan Desember 2010 aset perseroan mencapai Rp 774 miliar.

Perseroan menargetkan pembiayaan kendaraan bermotor Rp 1 triliun di tahun 2011. Perseroan masih mengandalkan motor baru dalam mengejar target ini.

"Target pembiayaan sampai akhir tahun 2011 Rp 1 triliun, sampai akhir tahun lalu kita mencapai Rp 774 miliar," ungkapnya.

Menurutnya, pasar motor baru masih memiliki peluang tumbuh. Strategi perseroan adalah fokus pada pasar Jabodetabek.

Kemudian disusul Jawa Timur dan Sumatera. Pasar motor bekas masih sangat kecil, tidak lebih dari 1%. "Kita masih fokus di pembiayaan baru. Untuk second sedikit. Porsi Jabodetabek 63%. Jawa Barat 5%, Jawa Tengah 3%. Jawa Timur 15% dan Sumatera 14%," ucapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar