Jumat, 08 Juli 2011

Asing mulai incar sukuk Indonesia

JAKARTA. Pasar obligasi syariah atau sukuk Indonesia bakal semakin cerah. Indikasinya, imbal hasil (yield) sukuk global terbitan pemerintah Indonesia terus menurun. Ini sejalan dengan ekspektasi pasar bahwa peringkat utang Indonesia akan naik ke level investment grade.

Mengacu ke data Royal Bank of Scotland Group Plc, sukuk Indonesia yang jatuh tempo pada April 2014 ini menawarkan yield 2,63%, Jumat (1/7) lalu. Ini merupakan yang pertama kali selama enam bulan terakhir, imbal hasil sukuk Indonesia lebih kecil daripada yield sukuk terbitan pemerintah Malaysia.

Di hari yang sama, sukuk Malaysia yang jatuh tempo pada 2015 itu mencetak yield 2,68%. “Ini merupakan momentum bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas kredit dan peringkat utangnya," ujar Sergey Dergachev, Senior Portfolio Manager Union Investment Privatfonds yang berbasis di Frankfurt, seperti dikutip Bloomberg, kemarin.

Indonesia yang peringkat utangnya empat level di bawah Malaysia, diprediksi bakal meraih predikat investment grade jika pemerintah mampu mengendalikan inflasi tanpa menggerus pertumbuhan ekonominya.

Ahmad Najib Nazlan, Deputi Tresuri Divisi Tresuri dan Pasar Modal Bank Muamalat Malaysia Bhd.di Kuala Lumpur menyatakan, Indonesia sebaiknya meneruskan rencana penerbitan sukuk global mengingat permintaan yang terbilang tinggi.

Indonesia berniat menawarkan sukuk global dengan nilai minimal US$ 500 juta, Oktober tahun ini. Jangka waktu sukuk berkisar tujuh tahun- sepuluh tahun.

Lembaga pemeringkat internasional melihat prospek Indonesia semakin cerah. Fitch Ratings mengerek peringkat utang Indonesia menjadi BB+, satu langkah menuju investment grade. Standard & Poor’s juga menetapkan peringkat Indonesia di BB+.

Melihat kondisi ekonomi Eropa yang masih labil, investor lebih tertarik masuk pasar emerging market, seperti Indonesia. "Kenaikan peringkat utang Indonesia serta penurunan peringkat Eropa mencerminkan perbedaan antara negara berkembang dengan likuiditas melimpah dan negara maju yang berupaya mengatasi defisit anggaran," tutur Philip Wee, Ekonom Senior DBS Group Holdings Ltd di Singapura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar