Jumat, 08 Juli 2011

Buat bayar utang, BRMS andalkan anak usaha

JAKARTA. PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) memutuskan akan memanfaatkan pendapatan dari anak usahanya di luar PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) untuk melunasi utang. Maklum saja, BRMS tidak bisa mengandalkan pendapatan dari dividen NNT untuk membayar utang.

Herwin Hidayat, Investor Relations BRMS, menuturkan, perusahaan anggota Grup Bakrie ini masih memiliki beberapa anak usaha yang bergerak di bidang pertambangan dan jasa penjualan. Satu di antaranya PT Bumi Resources Japan (BRJ).

Nah, BRMS akan mengandalkan anak usahanya tersebut untuk memberikan pendapatan yang bisa digunakan menutup utang. "BRJ diharapkan bisa memberikan kontribusi pendapatan berkisar US$ 20 juta hingga US$ 30 juta terhadap pendapatan terkonsolidasi," jelas Herwin, Kamis (7/7).

Meskipun begitu, posisi BRMS belum benar-benar aman. Pasalnya, dari semua anak usaha BRMS, baru BRJ dan NNT yang sudah beroperasi dan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi perseroan ini.

Toh, BRMS tetap optimistis bisa menyelesaikan kewajiban mereka. Herwin menuturkan, dalam jangka waktu enam bulan hingga 2 tahun mendatang, PT Dairi Prima Minerals (DPM), anak usaha BRMS yang lain, dijadwalkan beroperasi. BRMS menguasai sekitar 80% saham perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan seng dan timah itu.

Selain DPM, anak usaha BRMS lainnya, yakni PT Mauritania, juga akan segera beroperasi. Perusahaan ini bergerak di bidang pertambangan bijih besi. Tak heran jika pengelola BRMS berharap kontribusi dari anak usaha terhadap pendapatannya akan meningkat.

Rasio utang

Namun rencana tersebut terganjal Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) tentang pendirian PT Daerah Maju Bersaing (DMB). Seperti diketahui, DMB bersama BRMS kemudian membentuk perusahaan patungan bernama PT Multi Daerah Bersaing (MDB) yang membeli 24% saham NNT.

BRMS menguasai sekitar 18% saham Multi Daerah Bersaing. Beleid pemerintah NTB tadi juga menyebutkan sekitar 90% dana dividen dari NNT harus diserahkan kepada tiga Pemerintah Daerah yang menjadi pemilik DMB.Sebelumnya Yanita Rohali mengatakan, kalau BRMS akan mengandalkan dividen dari 24% kepemilikannya di NNT untuk membayar hutang kepada Credit Suisse (Suisse) dan Nomura International Plc (Nomura). Jumlah utang kepada kedua pihak itu mencapai US$ 237 juta.

Dus, Herwin menilai dengan kondisi tersebut BRMS masih tidak khawatir. Pasalnya, dengan jumlah utang per 31 Desember 2010 sebesar Rp 9,3 triliun, rasio utang terhadap ekuitas (DER) BRMS masih kecil, yaitu 0,18 kali. Angka tersebut masih lebih kecil ketimbang DER industri yang mencapai 0,81 kali.

Hanya saja, Reza Priambada, Managing Research Indosurya Asset Management, menilai, meski DER BRMS kecil, rasio antara utang dengan pendapatan perusahaan tambang ini tidak sebanding. Jadi, Reza melihat BRMS sebetulnya bermasalah dengan utang.

Reza melihat BRMS sebaiknya melakukan refinancing atau mencari dana segar kalau ingin melunasi utangnya. Karena meski memiliki rasio DER yang kecil, utang BRMS ini akan membebani perusahaan selama belum mendapatkan penghasilan dari aktivitas pertambangannya.

Sekadar catatan, pendapatan BRMS di 2010 hanya Rp 148, 50 miliar. Pendapatan ini hanya dihasilkan dari aktivitas jasa pemasaran batu bara yang dilakukan BRJ. BRJ selama ini memasarkan batubara produksi PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Reza memprediksi harga saham BRMS akan bergerak antara rentang support Rp 690-Rp 310 per saham. Sedang rentang resistance berada di kisaran Rp 750 per saham hingga Rp 770 per saham. "Dalam tiga bulan sepertinya bisa tembus Rp 750 per saham," tutur Reza.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar