Senin, 19 September 2011

Menakar prospek saham-saham kimia

JAKARTA. Nilai impor yang tinggi menjadi alasan pemerintah untuk mengembangkan industri dasar kimia. Bahkan, pemerintah menjanjikan bakal memberikan pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu atau tax holiday untuk produsen yang mendirikan pabrik petrokima.

Berdasarkan catatan Menteri Koordinator Perekonomian, sebanyak 75% dari nilai impor disumbangkan oleh bahan baku, seperti minyak dan gas serta petrokimia.

Wajar, Yuniv Trenseno, analis PT OSK Nusadana Securities Indonesia, menilai industri petrokimia memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Industri ini menjadi pemain penting agar sektor produk barang konsumsi cepat berkembang.

Industri petrokimia berperan dalam pengolahan bahan mentah menjadi produk kimia setengah jadi yang disuplai ke industri konstruksi, agrikultur, tekstil, elektronik yang ujung-ujungnya merupakan barang konsumsi.

Industri ini kian menjanjikan ditopang kondisi makroekonomi dalam negeri yang kondusif. Ini akan menjaga kesehatan permintaan barang konsumsi masyarakat. Kondisi ini juga akan mengundang investor asing menanamkan modalnya di sektor riil.

Reza Priyambada, analis Indosurya Asset Management menambahkan, industri petrokimia bergantung pada permintaan pasar dan ketersediaan bahan mentah.

Menurut dia, industri petrokima di Indonesia masih kurang memenuhi kebutuhan secara utuh. Itu sebabnya, Indonesia masih sangat bergantung pada barang impor.

Ini justru memperlihatkan industri kimia masih memiliki ruang yang besar untuk terus berkembang. "Industri ini cukup menjanjikan untuk jangka menengah maupun jangka panjang," kata Reza.

Dalam catatan Yuniv, persaingan di bisnis ini akan semakin ketat. Beberapa investor asing dikabarkan ingin ikut bermain di ranah ini.

Satu nama yang sudah beredar adalah Lotte Group. Perusahaan asal Korea Selatan itu kabarnya akan menginvestasikan dana US$ 5 miliar di Indonesia melalui anak usahanya Honam Petrochemical Group. Honam sebelumnya sudah mengakuisisi Titan Chemical yang berbasis di Malaysia tahun 2010.

Kurang likuid

Yuniv membagi produsen petrokimia menjadi tiga bagian. Lini hulu atau upstream, produsen poliester (upstream to downstream), serta hilir alias downstream seperti produsen pengemasan plastik.

Dari beberapa produsen petrokimia di bursa, Yuniv menyebut PT Chanda Asri Petrochemical Tbk (TPIA) sebagai produsen petrokimia yang komplet, dengan merambah bisnis hulu sampai hilir.

Sebagai satu-satunya pemain hulu (upstream) petrokimia yang terdaftar di bursa, TPIA memproduksi berbagai bahan plastik seperti olefin, ethylene, polypropylene. Chandra Asri juga tercatat sebagai satu-satunya perusahaan yang memiliki naphtha cracker di Tanah Air.

Di bisnis downstream, produsen bahan baku plastik film seperti PT Indopoly Swakarsa Industry Tbk (IPOL) dan PT Trias Sentosa Tbk (TRST) juga berpeluang menumbuhkan kinerja. Kinerja mereka akan didukung kondisi ekonomi dan ritel yang naik.

Reza menilai, selama ini fundamental industri petrokima secara keseluruhan masih positif. Selama ini, industri petrokimia terkendala masalah bahan mentah (raw material). Upaya pemerintah memperbanyak pembangunan kilang minyak yang terintegrasi dengan industri petrokimia akan membantu mengurangi fluktuasi bahan mentah.

Namun, Reza mengakui, selama ini, emiten petrokimia di bursa menjadi sasaran investor yang ingin mengejar keuntungan jangka pendek alias hit and run. Penyebabnya adalah perdagangan saham emiten petrokimia kurang likuid. Jadi, pergerakan saham tersebut cenderung terbatas. "Sentimen positif sedikit saja sudah bisa menggerakan saham ini," kata dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar