Rabu, 20 Juli 2011

Cuma Akal-akalan Bank, Waspadai Tawaran Personal Loan!

Gb
Jakarta - Pernahkah anda ditawari kenaikan plafon atau limit transaksi kartu kredit anda oleh bank? Atau diiming-imingi personal loan berupa dana tunai oleh bank sesuai plafon limit transaksi kartu kredit anda?

Berhati-hatilah, jika anda tergiur oleh tawaran bank yang justru dapat merugikan anda sendiri!

Bank Indonesia (BI) menilai skema seperti diatas merupakan 'akal-akalan' bank untuk memperoleh keuntungan besar dari nasabah kartu kreditnya. Karena sebuah limit yang diberikan oleh bank pada intinya adalah untuk pengaman dari transaksi yang melebihi batas dengan menggunakan kartu kredit.

"Oleh karena itu harus digunakan secara proper. Dan limit tersebut tetaplah dipandang sebagai alat pembayaran dengan plafon maksimal yang lebih menguntungkan dari pada bawa uang tunai," ujar Juru Bicara Bank Indonesia, Difi Johansyah kepada detikFinance di Jakarta, Rabu (20/7/2011).

Difi menjelaskan, jika ada bank yang menawarkan plafon kartu kredit yang ternyata dapat ditukar seolah-olah sebagai jaminan untuk dapat pinjaman melalui kartu kredit itu bisa dibilang tidak patut.

"Kalau plafon itu dijaminkan untuk dapat kredit personal maka itu artinya nasabah dipaksa untuk menggunakan plafon maksimal terus menerus. Transaksi dengan cara ini lebih menguntungkan bank daripada nasabah," tuturnya.

"Apalagi kalau penawaran dan deal-nya dilakukan lewat telepon. Ini harus hati-hati karena nasabah bisa kurang teliti," imbuhnya.

Menurut Difi, kredit personal itu seringkali hanya bermanfaat jangka pendek yakni satu bulan atau dua bulan pertama. Selebihnya, nilai manfaatnya sudah habis dan nasabah kebagian utang pokok dan bunga. Karena menurutnya, pinjaman seperti ini angsurannya dari pokok dan bunga.

"Abis dua bulan nilai manfaat dari pokok sudah habis karena pokok juga sudah mulai harus dilunasi," tuturnya.

Misalnya saja, nasabah diberi pinjaman Rp 60 juta pokok yang diambil dari limit kartu kreditnya. Setelah habis dua bulan bisa jadi nilai manfaat pokok tinggal Rp 40 juta.

"Kenapa? karena pokok sudah mulai dilunasi melalui kartu kredit nasabah. Dan nilai manfaat pokok ini akan terus mengecil. Tapi nasabah akan terus dibebani utang dengan pokok sebesar Rp 60 juta itu. Sampai akhir angsuran," jelas Difi.

"Nasabah sering merasa tertipu karena di awal dia ditawarin Rp 60 juta dan secara psikologis dia merasa dapat memanfaatkan Rp 60 juta itu padahal manfaatnya terus menurun dengan berjalannya waktu. Karena cara bank menghitung angsuran adalah pokok awal plus bunga installment," paparnya lagi.

Kalau nasabah gagal bayar, lanjut Difi, maka risikonya track record nasabah jadi tidak bagus. Padahal bisa saja sebelumnya bagus, karena fasilitas pinjaman dengan menaikkan plafon ini biasanya ditawrkan ke nasabah dengan track record yang baik.

"Selain itu, nasabah kecelenya sebenarnya karena dia itu nggak butuh butuh amat personal loan itu sendiri. Bank yang menawarkan beginian itu pinter. Karena personal loan gaya seperti ini ditawarkan ke nasabah yang track recordnya udah bagus berdasarkan data base bank, jadi risiko NPL-nya dari awal sudah bisa dihitung. Itu pinternya bank," papar Difi.

Pada dasarnya, lanjut Difi, cara menghitung personal loan ini sama dengan cara menghitung consumer loan yang lain. Seperti car loan (pinjaman kendaraan bermotor) namun bedanya di car loan nasabah dikasih opsi pelunasan dan bisa pilih skim yang cara pelunasannya paling menguntungkan.

"Misalnya manfaat pokok itu turunnya pelan-pelan misalnya 3 tahun sesuai kemampuan sehingga nasabah masih bisa "bernafas" dan melakukan perencanaan keuangan dengan baik," kata Difi.

Jadi, pikirkan dahulu ambil personal loan dengan jaminan dari limit kartu kredit anda.

(dru/qom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar