Kamis, 25 Agustus 2011

Bersiap Sebelum Resesi Double-Dip

Headline
INILAH.COM, Boston – Resesi ekonomi memang belum tiba. Data yang komprehensif untuk Juli dan Agustus belum mengkonfirmasi hal ini. Namun, sudah sebaiknya pelaku pasar melakukan persiapan.

David Kelly, kepala strategi pasar untuk JP Morgan Fund mengatakan, beberapa ekonomi dan ahli strategi telah memprediksi bahwa resesi tumbuh lebih besar dalam beberapa hari terakhir,”Imbas pernyataan terhadap kepercayaan pasar adalah meningkatnya kemungkinan bahwa mereka mungkin benar,” ujarnya. Demikian dikutip dari Marketwatch.

Sam Stovall, kepala strategi investasi untuk riset ekuitas Standard & Poor adalah satu analis yang menyarankan pelaku pasar bersiap untuk hal terburuk. “Aksi pasar pada 2008 mengajarkan kita sesuatu, yakni untuk menjadi proaktif dan mengharapkan yang terburuk,” katanya.

Terkait hal tersebut, Stoval menjawab pertanyaan tentang seberapa jauh laba per saham (EPS) S&P500 dapat jatuh jika AS masuk dalam resesi. Hasilnya, sangat sulit S&P keluar dari antisipasi revisi EPS.

Dalam siklus sebelumnya seperti ini, EPS akan jatuh 12-20% selama 15-19 bulan dan harga saham akan diperdagangkan hingga 12-13 kali.

Dengan latar belakang historis ini, Stovall menuturkan, laba per saham S & P 500 adalah 93,29, seperti yang dilaporkan Capital IQ untuk S & P pada kuartal kedua 2011. Mengasumsikan AS tergelincir dalam resesi dan laba diperdagangkan antara 12 -13 kali, S & P 500 dapat mencapai level bottom di kisaran 900-1.030. S & P 500 pada Selasa kemarin ditutup naik 39 poin ke level 1.162.

Melihat potensi penurunan 20% di pasar, akan masuk akal bermain aman dan mulai menambah posisi defensif. Atau bisa saja mulai bertaruh pada ETF, atau membeli jangka panjang. Demikian ujar ProShares ultrashort S & P500 atau ultrashort ProShares Russell2000.

Inilah yang pernyataan beberapa ahli strategi:

Eropa terlihat bagus

Christopher Cordaro, CFP, CFA charterholder, CEO dan kepala investasi RegentAtlantic Capital LLC, menilai, resesi double-dip adalah ramalan. "Ini resiko terbesar yang kita hadapi," katanya.

Namun, mengenai resesi double-dip akan menjadi kenyataan atau tidak, Cordaro berpendapat peluang investasi yang lebih baik ada di luar AS, khususnya di Eropa. "Kami telah mengadopsi filosofi Warren Buffet, untuk menjadi serakah ketika orang lain takut."

Saat ini, Cordaro menyukai dua ETF yang mencerminkan penilaian relatif lebih baik terhadap S&P 500. Salah satunya adalah indeks dana iShares MSCI EMU, yang melacak harga dan kinerja yield sekuritas publik di pasar moneter Uni Eropa. Yang lain adalah SPDR Euro Stoxx 50, yang melacak indeks saham unggulan di zona euro.

SPDR Euro Stoxx 50 memiliki imbal hasil dividen hampir 4,8% dan itu diperdagangkan pada rasio laba sebesar 7,8%. Sedangkan dana indeks Ishares EMU memilki imbal hasil dividen 3,75%. Sebaliknya, SPY diperdagangkan dengan yield hanya 2,1%.

Krisis di Eropa mungkin akan memburuk, sebelum menjadi lebih baik, tetapi Cordaro tahu bahwa tidak mungkin membeli di harga bawah mutlak. Akhirnya, perusahaan-perusahaan yang membentuk ETF adalah perusahaan besar berdomisili di Eropa yang memperoleh sebagian besar pendapatan dari pasar negara berkembang.

China juga bagus

Profesional investasi lain juga melihat peluang lebih di luar AS, dalam kondisi resesi atau tidak. Masse Jonathan, charterholder CFA, pendiri dan manajer portofolio senior di Baochuan Capital Management, LLC, tidak meramalkan AS tergelincir kembali ke resesi. Tapi ia percaya investor sangat terpapar China, ekonomi kedua terbesar dunia dan eksportir terbesar.

Salah satu ahli strategi investasi BauCap, ekonom dari Princeton University dan penulis, Dr Burton G. Malkiel menganjurkan membeli saham Guggenheim China All-Cap ETF dan menjual iShares FTSE China 25 Indeks ETF. “Strategi ini akan memberikan dividen yield sekitar 4%,” katanya.

Pengamat lainnya, termasuk Phil Cioppa, kepala investasi di Arbol Financial Strategies, kurang bersemangat pada pasar AS dan lebih tertarik untuk berinvestasi jangka panjang di luar AS "Sampai Eropa mengembangkan jalan keluar dari Euro, secara internasional, ETF yang saya gunakan untuk membantu mendiversifikasi adalah negara-negara emerging market, terutama India, "katanya.

"Menjadi bangsa kapitalistik terbesar, jika mereka dapat menjaga semua faktor sosio-ekonomi relatif seimbang, hasil dari ETF akan mengungguli setiap daerah."

The Wisdom Tree India Earning Fund, meskipun turun 33% selama tahun lalu, adalah investasi ETF terbesar di India.

Pendekatan yang seimbang

Robert Powell, pemerhati masalah ekonomi mengatakan, Wall Street, termasuk Kelly, menganjurkan pendekatan yang lebih seimbang. "Untuk investor, ketidaknyamanan volatilitas dan kekhawatiran resesi perlu seimbang terhadap valuasi pasar saat ini," tulisnya. "Memang rasio P/ E saham yang tidak biasa dan yield yang sangat rendah pada Treasuries tampaknya masuk akal jika resesi sangat buruk terwujud.”

Mengingat harga, pendekatan yang seimbang untuk berinvestasi nampaknya masih tepat dalam lingkungan keuangan, di mana harga pasar maupun emosi investor tampaknya dekat untuk menjadi imbang. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar